Cerbung Filosofi Randa Tapak "Menulis dan Perjalanan" Halaman 7 Karya Muraz Riksi
HALAMAN 7
BAB TAPAK IV
MENULIS DAN PERJALANAN
Kata-kata itu hanya frasa saat kesulitan kita lewati dengan keikhlasan. Mengubah yang tak bernilai menjadi bermakna. Senyum dan syukur atas nikmatNya. “Hal apa yang ingin kau lakukan dan apa yang akan jadi cita-citamu?” tanya bang Surya setelah aku membaca biografi Raja Menyibak Kehidupan Di Tanah Hitam. Sekarang aku mengerti hidup adalah perjalanan, petualangan dan aku telah memutuskan untuk belajar tentang kehidupan.
"Tanjakan Petualang"
Aku
tidak hebat dalam mengeluh
Saat
langkah kaki menanjak tangguh
Bergerak
mencari secuil teduh
Dari
kebisingan yang amat gaduh
Pohon-pohon kopi tanah guntai
Mengarungi setiap pijakan landai
Pintu rimba menyambut dengan santai
Saat perjalanan ini sudah dimulai
Jauh
menawarkan misteri petualangan
Jauh
menebarkan aroma pendakian
Jauh
mengajak hasrat melirik hutan hujan
Jauh
adalah tujuan yang mengikis pertanyaan
Aku tidak hebat dalam mengeluh
Hanya semangat yang terus tumbuh
Menanti puncak menikmati peluh
Memanjakan mata memandangi tanpa jenuh
Melawan
pikiran yang menggoda keinginan
Menepis
harap pada sebuah bayang
Tentang
seseorang yang tak lagi ku kenang
Karena
setiap kepergian selalu ada jalan pulang
Hidup adalah petualangan
Kadang kala tanjakan menghadang
Begitu pula dengan jalan turun yang curam
Adanya batu cadas menghujam
Hingga
tanah gambut selimuti alam...
Gua
Gunung Burni Telong, 17 Agustus 2017
Bolehkan aku tinggal bersama Bang Surya dan Bang
Dian di tempat ini? Tentu, kau akan tinggal bersama kami. Seperti yang
kukatakan tadi, kau adalah adikku. Kita akan melangkah bersama dan pelan-pelan
mengenal tentang kehidupan.
Kata-kata Bang Surya adalah harapan baru untuk
hidupku. Hari-hari kembali bermakna, cahaya jingga juga kembali bersahaja dan
pagi tetap tak ingin kalah dengan senja. Semestinya jalan hidupku baru dimulai,
entah apa yang akan menanti di depan atau apa yang harus kulakukan.
Benar di tempat
ini aku merasa nyaman, mereka menganggapku bukan sebagai orang asing tapi lebih
kepada keluarga. Utuh, kulihat ikatan persaudaraannya lebih kuat dari darah
yang sama. Jiwa mereka terpanggil tidak hanya tentang mencari atau menjalani
hobi namun mereka juga tangguh disetiap kegiatan sosial.
Setiap malamnya mereka
duduk bersama berbagi tugas, ada yang menangani bagian pemetaan wilayah, ada
yang menjadi guide dalam kegiatan pendakian. Tidak hanya itu, banyak para
pejalan dari luar negeri menghubungi mereka untuk ditemani mengelilingi
beberapa tempat indah di tanah Aceh ini.
Rupanya mereka tidak hanya menjalani
hobi namun melalui hobi mereka mendapatkan rezeki. Sungguh pelik bagiku, apa
yang kumiliki? Apa yang aku kuasai? Apa yang bisa aku andalkan? Tidak mungkin
juga setiap harinya aku makan gratis di tempat ini.
Tidak mungkin juga aku
tinggal di sini tanpa memulai apa-apa untuk hidupku. Meskipun bang Surya dan
Bang Dian tidak keberatan dengan semua itu dan bahkan mereka benar-benar
memperlakukanku seperti adiknya.
Menghabiskan waktu dengan membaca buku, tepatnya
aku telah terhipnotis oleh tulisan-tulisan Seniman Bisu. Sudah 2 minggu lebih
aku di tempat ini, tak ada apapun yang bisa aku kerjakan. Aku harus berani
melangkah, aku harus berjalan, aku harus menatap banyak kehidupan.
Demikianlah
kakiku harus bertahan, hidupku harusnya ada manfaat untuk lingkungan. Aku coba
menulis, atas apa yang kubaca dan kudengar. Barangkali tulisanku nantinya akan
membawa satu kebaikan untuk diriku maupun lingkungan. Dengan pena, imajiku
menjelma kata lalu menjarah lahan putih tak berdosa.
NELANGSA
Mencari sepasang udara
Yang pada duduknya dapat ku ajak bercengkrama
Menukik setiap terjalnya perjalanan
Melawan batas dari sebatas menatap harapan
Carrier yang berisi segala luka
Kubawa dalam peluh setapak pendakian
Melirik alang-alang menuju pusara pintu rimba
Adakah kesendirianku adalah bayang-bayang nestapa
Bagaimana jika rasanya ditinggalkan sedang kita tengah
begitu hebat mencintainya
Bagaimana jika air mata tak lagi bersuara sedang hati telah sesak oleh segala
tanya
Mengapa?
Tegakah?
Haruskah?
Bukankah dulu saya dan kamu begitu teguh pada kata "Kita"?
Bukankah dulu segala upaya kita lewati bersama?
Tiada tangis dimasa itu
Tiada sedih yang lengkap atau hinggap di berandaku
Hari ini,
Teganya hatimu telah merasuk lalu merusak pada segala
yang saya dan kamu cita
Mengapa?
Tegakah?
Haruskah?
Segala tanya menjadi keringat dari setiap tetes nelangsa
Melengkapi lelahku dalam tatapan buta
Pada kesendirian,
Semesta bertemankan alam, tempatku ruah tumpahkan segala
kesedihan
Sehingga tak satu rumput pun kan tahu
Pada perjalanan yang telah kumulai
Mendaki sepi hingga senja tertutup oleh celah-celah daun tua
Diantara jendela malam, ditengah perjalanan pendakian
Aku ingin berteriak melepaskan sakitnya rasa
Namun takkan ada guna, kau pun takkan tahu seberapa berat hari-hari harus
kulewati tanpamu
Kata-Kata Sang Perempuan
Ketika aku diletakkan pada pilihan yang sulit
Ketika aku diposisikan untuk memilih
Diantara dua mata orang tuaku
Dititpkan permohonan atas janjinya dulu
Ketika aku dilibatkan dalam cerita yang mereka tuliskan
Ketika aku dijadikan isi dari sebuah perjanjian
Dalihnya mempererat tali persaudaraan
Mengukuhkan hubungan yang berjauhan
Aku tidak bisa memilih,
Antara kamu orang yang ku sayang dengan dua orang yang
karenanya telah hadirku kedunia ini
Aku begitu sedih, aku begitu rapuh, begitu hancur
Dalam kesedihan yang tak dapat kubicarakan
Mungkin di matamu, akulah yang menghancurkan segala cita
kita
Akulah yang telah merusak harapan yang kau jaga
Mungkin di matamu, aku yang terburuk, yang datang merusak impian indahmu
Aku tak bisa, takkan bisa, takkan pernah bisa
Saat hadirmu membawaku pada kebahagian
Saat hadirmu mendekatkanku pada Maha Yang Menciptakan
Saat hadirmu, kau ajak aku dalam kekusyukan
Ketika menghadapNya kau ajarkan aku mensyukuri segala kehidupan
Aku tak bisa, takkan bisa, takkan pernah bisa
Melupakan senyummu saat kau ajak aku melangkahkan kaki di pelataran rumahNya
Saat lisanmu melafazh azan
dan aku yang terkesima dengan kerendahan hatimu
Kau mengajarkanku tentang mencintai hidup
Ketika tanganmu menghapus pilu kesedihan
Yang jatuh pada wajah-wajah lusuh di jalanan
Apa aku bisa?
Jangan hakimi aku, seakan telah memberikan kejahatan dalam hidupmu
Aku hanya sedang memenuhi jalanku
Jalan menuju surga pada ibu dan ayahku
Meski kita tidak ditakdirkan untuk bersama
Aku hanya ingin kau tetap di jalanNya
Mencari ridha dalam hidup ini
Aku tahu, kamu adalah lelaki tangguh
dan hatimu takkan goyah dengan kepergianku...
Dilanjutkan Pada Perasaanya
Sang Laki-Laki
Aku kembali mendaki, membangun tenda dan terlelap oleh
dinginnya perasaan kecewa
Berharap pada pagi dapat menawarkan seteguk tawa
Dari nafas lelah di atas puncak nelangsa
Menitipkan kesedihan yang terbawa pasang surut awan dibawah langit jingga
Pada pagi buta
Di tempat yang tak pernah ada sesal
Di tempat saya melihat dunia
Di atas gunung dengan kaki yang terbata-bata
Akan kulepas kecewa dan teguhku menghidupkan semilir rasa pada sepasang udara
Yang telah sudi mendengarkan duka
Hingga cengkramanya membuatku lupa
bahwa saya telah kau beri luka
Karena sambutan alam, saya tahu dunia tidak tentangmu saja...
RANDA TAPAK
TETAP SAJA PENGKHIANATAN ITU TERJADI
Aku
tidak perlu lagi meminta maaf bukan?
Aku
juga tidak ingin memperdebatkan lagi perihal siapa yang benar
Cukup
saja air mataku yang menetes perlahan
Tanpa
ada suara yang berteriak karena kemarahan
Aku sudah terlalu lelah dengan keadaan
Kau yang berpaling dariku
Kau yang memilih menodai kasih
Kau yang berjalan dengannya
Semestinya
aku yang kecewa
Harusnya
aku yang marah
Lantas
kau yang berkata kecewa
Kaulah
yang mengkhianati kita
Tapi
kau masih sanggup berkata "aku yang salah"
Aku
yang tidak perhatian denganmu
Aku
yang sibuk dengan duniaku
Dengan
sederhananya kau buat kesimpulan
Pernahkah kau bertanya?
Mengapa aku tidak perhatian?
Apa
yang sedang kukerjakan sehingga aku terlalu sibuk di matamu? Pernahkah kau tahu
bagaimana beratnya duniaku?
Ah,
aku tak ingin memperdebatkannya
Karena
tetap saja aku yang salah
Aku
masih saja memegang kesetiaan
Tak
pernah mengkhianati perasaan dengan hati lainnya
Namun kau sendiri yang mempermainkan hatiku
Lantas takkah itu sebuah kesalahan menurutmu?
Masih saja berani kau berkata "ini semua
salahku"
Aku yang tidak perhatian, katamu
Bukankah dari pertama kau mengenalku
Aku adalah pribadi yang seperti itu
Aku
yang tidak suka bermain perasaan dengan siapapun
Karena
untukku kamulah satu-satunya yang menjadi masa depan
Namun
tetap saja pengkhianatan itu terjadi
dan
katamu, ini semua salahku
Sikapmu
yang marah dan kecewa atasku
Bukankah
harusnya aku
Aku
yang sepatutnya bersikap seperti itu
Cukup, aku tak ingin ada perdebatan lagi
Karena apapun yang kukata, tetap saja aku yang salah
Sebab kau adalah makhluk yang tidak pernah salah
Harusnya aku
Aku yang merasakan sakit, kecewa dan marah...
RANDA TAPAK
JIKA DULUNYA KAMU
Jika dulunya kamu
sebagai inspirasi untuk puisi-puisiku
Jika dulunya kamu adalah
rasa manis pada kopi pahitku
Jika dulunya kamu adalah
angan-angan dalam imajiku
Sekarang ini kamu adalah
nafas untuk setiap puisi-puisiku
Sekarang ini kamu adalah
teman ngopiku
Sekarang ini kamu adalah
hal nyata dihidupku
Betapa tidaknya
kesempurnaan rasa melekat disetiap rinai waktu
Setiap detik senyum dan
tawamu melengkapi ruang hatiku
Karena cinta adalah
perasaan yang telah ada
semenjak aku pertama
kalinya melihat senyummu...
RANDA TAPAK
Tajam mengiris hati, menyisakan luka, kuat dengan
perasaan seperti sebuah pengalaman pribadi. Suara Bang Dian mengomentari
tulisanku. Aku tak menyadarinya, ternyata Bang Dian lumayan lama berdiri di
belakangku sambil membaca apa yang sedang kutulis. Aku duduk di bawah pohon
kelapa dengan tikar dari rumput hijau.
Sudah
berapa lama Bang Dian di belakangku?
“Lumayan
lama, tadi Bang Surya menanyakanmu. Abang cari kamu di dalam tidak ada. Abang
lihat kamu sedang duduk di sini, serius kali abang perhatikan. Jadinya abang
penasaran makanya pelan-pelan berjalan agar bisa lihat apa yang sedang kau
tulis”.
Entah
bang, kalimat-kalimat itu mengalir begitu saja dan jari-jariku bergerak sendiri
menulisnya. Aku hanya membayangkan kisah-kisah yang kubaca dari novel-novel di
rak buku. Abang kan tahu sendiri, semenjak di sini setiap saat aku tidak lepas
dari buku. Aku hanya suka membaca dan kupikir tanpa menulis semuanya akan
hilang, perasaan sedih, kecewa, bahagia dan menurutku hal itu harus diabadikan
dalam tulisan.
“Tidak
semua orang bisa sepertimu, sadar atau tidak kau memiliki keahlian disitu.
Teruslah menulis dan jangan berhenti, jika tulisan-tulisanmu telah banyak
nantinya akan menjadi penghasilan untukmu”.
Aaah
abang terlalu berlebihan mengatakan ini sebuah keahlian. Masak iya menulis
hal-hal menyedihkan seperti ini menjadi sebuah keahlian? Terus bagaimana
caranya menulis bisa mendapatkan penghasilan?
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak
menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" itulah kata-kata Pramoedya Ananta Toer.
“Tidak semua orang bisa menulis sepertimu, yang bisa menulis sepertimu adalah
dirimu sendiri.
Mengapa? Karena gaya bahasa dan imaji setiap orang itu berbeda.
Untuk soal pendapatan, kebetulan abang ada kawan yang kelola website yang
memuat tulisan-tulisan seperti gaya tulisanmu. Nanti tulisanmu kita kirimkan
kepada dia dan jika banyak pengunjung yang membaca tulisanmu pastinya juga akan
banyak penghasilan yang kau dapat.
Sekarang tulislah apapun yang sedang kau
rasakan biar nanti abang bawa tulisan-tulisanmu kekawannya abang. Oh iya untuk
menambah pembendahaaran kata, sama abang ada satu novel tentang kisah cinta. Setelah
abang beberapa kali membaca novel itu, kesannya buat abang seperti membaca
kisah nyata.
Ada ketulusan yang mengalir dalam perasaan, ada kesabaran yang
menyebar dalam ruangan dan ada keteguhan hati yang kuat dari seorang laki-laki.
Nanti sore abang bawa novel itu untukmu dan mudah-mudahan bisa jadi referensi
untuk tulisan-tulisanmu”.
<<< Halaman 1 Lanjut Baca KLIK >>> Halaman 8
(Catatan Penting)
Filosofi Randa Tapak merupakan Novel Karya Muraz Riksi yang terdiri dari 2 bagian diantaranya "Bagian 1 Lembah Telaga Mane dan Bagian 2 Negeri Antara".
Dalam hal ini admin menekankan bahwa sumber tulisan dan hak cipta sepenuhnya milik penulis. Selamat membaca!.
Profil singkat penulis :
- Instagram Muraz Riksi
- Youtube Indie Official Poem Muraz Riksi
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...
Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi
Post a Comment