Cerbung Filosofi Randa Tapak "Terlahir Kembali" Halaman 8 Karya Muraz Riksi
HALAMAN 8
BAB TAPAK V
TERLAHIR KEMBALI
Usai menjarah kisah Adnan yang teguh hatinya dalam mencintai
Jihan, tepatnya bagiku ini adalah kisah yang tidak mungkin terjadi di dunia
nyata. Takkan mungkin ada manusia yang teguh hatinya dalam mengagumi hingga
memiliki dengan sebuah ikatan yang diridhai Rabbi.
Namun benar seperti yang
disampaikan Bang Dian, buku ini tepat sebagai referensi pembendaharaan kata.
Majas di dalam buku ini sangat banyak dan memberi inspirasi untuk
tulisan-tulisanku. Pikirku, Bang Dian tipe melankolis. Kulihat banyak novel-novel
berjejeran di ruang kerjanya.
Semangat dan jalan hidup baru yang diarahkan Bang
Dian menjadi tekad bulatku. Aku harus punya pendapatan, aku harus memiliki
keahlian, disaat air mata dan kesedihan melemahkan maka itu pula yang menjadi
kekuatan. Aku harus bangun dan meninggalkan kenangan pahit masa lalu. “Jangan
pernah menangis, karena tangisan itu adalah lirik dari kesedihan”.
Hari-hari berikutnya, segenap waktu aku donasikan untuk menulis.
Semua kisah hati satu persatu dirilis. Melalui website temannya Bang Dian,
tulisan-tulisanku merambah ke dunia maya. Kabar baiknya para pembaca larut dan
hanyut pada bait-bait yang kutulis.
Bulan pertama dengan gaji pertama sebagai
penulis amatiran, berbagiku dengan dua orang yang telah menganggapku adiknya.
Mereka ikut bangga atas berhasilku bangkit dari keterpurukan. Referensi dan
pembendaharaan kata terus kujarah, kalimat demi kalimat baru terus kutambah.
Masih di bawah pohon kelapa, tempatku biasanya menulis kisah anak
manusia. Air mata yang jatuh membasahi buku, ladangku bercerita. Teringat akan
sosok kakek, kucoba bayangkan wajah ibu dan sadarku pada surat ayah. Mengapa
namaku Randa Tapak, apa alasan Ayah menamaiku dengan kata yang tidak
kumengerti.
Aku bangkit dari dudukku, kulihat Bang Surya sedang duduk sendiri,
sebuah buku dan secangkir kopi. Ia tertawa sendiri, dahiku mengerut, kisah apa
yang dibacanya hingga Bang Surya tersenyum sendiri. Aku datang menghampiri Bang
Surya.
Kau sudah siap menulis?
Tanyanya.
Sudah Bang, tapi aku
masih butuh banyak referensi untuk tulisan yang harus ku kirim minggu ini.
Ambil saja laptop abang,
kau duduk saja di warung depan. Di sana ada Wi-Fi dan kau bisa searching banyak
referensi di google. Sahutnya tanpa sedetikpun melihatku, ia masih dengan buku
bacaannya.
Jendela
dunia, segala dimensi ilmu dan pengetahuan ada di sana. Satu demi satu kata
kuketik pada keyboard, satu demi satu cerita kusimpan di folder. Dalam dudukku
dengan laptop yang menunggu untuk diketik kata atau kalimat yang belum
kutemukan jawaban. Sentak hatiku, apa mungkin ada jawaban tentang namaku?
Aku harus mencobanya,
Randa Tapak ketikku dan tombol enter tertekan begitu saja. Rasanya jariku tidak
lagi terkontrol atas perintahku. Terkejut, ternyata ada jawaban atas tanyaku.
Sebuah artikel dengan judulnya seperti namaku.
Aku mulai membacanya. “Dandelion
adalah tumbuhan
yang memiliki nama latin Taraxacum officinale, di Indonesia sendiri dikenal dengan nama Randa
Tapak. Sebuah genus besar dalam keluarga Asteraceae. Dandelion
cukup dikenal banyak orang, terutama ketika kuncupnya mulai berubah menjadi
putih dan siap diterbangkan angin. Bunga
Dandelion dapat hidup disegala tempat, dimanapun angin yang membawa benih
Dandelion berhenti, disitulah Dandelion akan tumbuh”.
Terjawab
sudah rasa penasaranku, mengapa ayah menamaiku Randa Tapak. Di sisi lain ayah
ingin aku berjuang atas hidupku. Seperti benih Dandelion yang diterbangkan
angin, di manapun ia jatuh di tempat itulah ia akan tumbuh.
Demikianlah aku,
dimanapun aku melangkah dan dimanapun aku tinggal, aku harus tetap tumbuh
menjadi laki-laki tangguh. Filosofi bunga Randa Tapak, itulah jalan hidupku.
Aku akan bertualang kemanapun angin membawaku dan aku akan tumbuh di sana.
Hari
ini, angin telah membawaku dari Lembah Telaga Mane jauh kesebuah kota. Ya, hari
ini aku telah tumbuh di ujung barat pulau sumatera, Kota Banda Aceh. Di tempat
ini, aku tidak seorang diri. Sebagai awal baru hidupku, menulis menjadi jalan
yang melintang panjang di hadapanku.
Terima kasih ayah, meski aku tidak pernah
tahu wajahmu namun namamu telah terselip dalam doa-doaku, yang beriringan
kusebutkan setelah naman kakek dan ibu.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Q.S Al Insyirah : 5-6)
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al-Baqarah : 286)
<<< Halaman 1 Lanjut Baca KLIK >>> Halaman 9
(Catatan Penting)
Filosofi Randa Tapak merupakan Novel Karya Muraz Riksi yang terdiri dari 2 bagian diantaranya "Bagian 1 Lembah Telaga Mane dan Bagian 2 Negeri Antara".
Dalam hal ini admin menekankan bahwa sumber tulisan dan hak cipta sepenuhnya milik penulis. Selamat membaca!.
Profil singkat penulis :
- Instagram Muraz Riksi
- Youtube Indie Official Poem Muraz Riksi
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...
Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi
Post a Comment