Kumpulan Puisi Kritik Sosial Terbaru Penuh Makna "Ada Apa?, Tanyaku Tanya Negeri" Karya Muraz Riksi

Table of Contents
Puisi Sampah Kata Seniman Bisu

"RETORIKA NEGERI MIMPI"

 Karya Muraz Riksi


Negeri yang memiliki kekayaan alam yang begitu sempurna

Memiliki hasil laut yang berlimpah

Daratan dengan panoramanya nan indah

Sampai pertambangan yang menggugah

Negeri yang kaya

Namun rakyatnya masih terpenjara

Dalam kehidupan yang sengsara

Negeri yang mencetak ribuan sarjana

Tanpa industri ataupun perusahaan

Sampai berakhir jadi pengangguran

Menyikapi permasalahan bangsa

Doktrinisasi generasi dalam pendidikan kewirausahaan

Tanpa permodalan tetap saja berujung pada pengabdian

Ada juga yang berusaha namun berakhir pada pemasaran

Negeri yang dikuasai oleh banyaknya pemimpin

Datang dari berbagai sudut labirin

Negeri yang jaya

Tersurut dan terseret dalam lingkaran asa

Oleh para penemu kehidupan

Para pencetus kebijakan yang beradaptasi untuk suatu peradaban

Negeri yang dilabuhkan nahkoda

Yang datang saat malam tua

Menanyakan tentang realisasi program penguasa

Dari semua retorika

Yang lahir dari kampanye-kampanye saat mencari suara...

Bireuen, 10 September 2015



"TANYA NEGERI"

 Karya Muraz Riksi


Sebuah negeri yang mendayung sepeda

Kala masa penjajahan belanda

Melaju mencari lintasan samudera

ketika kepolosan ingin bernegara


Merangkak bangun dengan selempang

Kala masa penjajahan jepang

Meneruskan tujuan hidup yang tidak gampang

Bila kelelahan harus merasa cambukan pedang


Bangkitnya semangat ribuan pemuda

Memegang erat bambu runcing

Menusuk tajam para penyandera

Yang mengusik impian hidup berkeping-keping


Melabuh jauh sang bahtera

Menawarkan sehelai kain bendera

Junjung tinggi negeri yang bersuara

Tanah mati yang mulai bergelora


Lahir negeri dengan berbagai suku dan bahasa

Dalam pelukan Bhinneka Tunggal Ika

Suara gemuruh dari burung garuda

Membawa kabar dari tulisan pancasila


Perspektif lahirnya para nakhoda

Yang bercita-cita untuk kemajuan bangsa

Sumpah mati pupus bersama putaran roda

Yang terus melaju dengan sedikit noda


Tanya negeri yang mulai bereaksi

Kala lahirnya negara demokrasi

Muncul tokoh-tokoh berdasi

Mengatas namakan diri sang navigasi


Negeri dengan berbagai tanya

Khalayak tanah bak surganya

Pohon rindang begitu juga dengan tambangnya

Eksploitasi nan indah ceritanya


Merangkak dalam pendirian keelokan

Menjajah sumber ekonomi dengan tawaran pendidikan

Lahir aktor penipu yang tidak blak-blakan

Berkampanye menghadirkan sederetan pasukan


Tragis negeri ini dalam dekapan krisis

Anak-anak kecil yang berteriak menangis

Tahun 98 mahasiswa menjadi kritis

Porak-poranda masa yang sedang bengis


Ketukan palu menghapus rasa pesimis

Mengatur tatanan negara yang begitu optimis

Tercatat dalam sejarah yang penuh mistis

Perjalanan bangsa mendatangkan pengemis


Bangsa-bangsa dunia mulai berkolaborasi

Menguasai sumber daya dengan alasan relasi

Birokrasi pergerakan mengalirkan erosi

Terjajah kembali dengan pengawalan dari politisi


Berdiri kokoh gedung-gedung perguruan

Yang setiap tahunnya mencetak pengangguran

Beropini menyelamatkan negeri dari perpolitikan

Beretorika pemikul mimpi dalam setiap kumpulan

Tanya negeri, dimanakah tumpuan asa bangsa ini ?

Bireuen, 13 September 2015



"NEGERI KHATULISTIWA"

 Karya Muraz Riksi


Di lubuk rindu tersimpan mata air

Memberikan kehidupan untuk semua tanaman

Tumbuh nan tinggi menutupi awan

Bak sang matahari menyinari bumi

          Cahayanya yang menembus angin

          Meniupkan warna laksana pelangi

          Di atas tanah hijau kami menunggu

          Bersama fajar di bawah langit biru

Hutan bergemuruh kala gelapnya malam

Suaranya seakan runtuh dan tertancap kian dalam

Berjalan menyisiri ribuan jendela

Untuk berkelana menemukan senja

          Negeri kami indah bagaikan surga

          Gugusan pulaunya terbentang pada garis khatulistiwa

          Negeri kami kaya bagaikan lembah emas

          Setiap jengkal tanahnya menghasilkan mutiara

Sudut-sudut perbatasan menyimpan rawa

Tambangnya pun sungguh menggoda

Celah-celah batu mengaliri kehidupan

Menawari kami akan kenikmatan

          Negeri kami, negeri khatulistiwa

          Pesonanya menyengat jutaan mata

     Menghadirkan cakrawala dalam tetesan tinta...

Bireuen, 03 April 2016



"ADA APA?, TANYAKU"

 Karya Muraz Riksi


Negeri ini kian hitam dan berdebu

Jutaan impian rakyatku jadi kelabu

Akankah semua mati oleh para tamu

Yang datang dari lautan biru

Ada apa dengan kata bertemu?

Awalnya serasa tak lagi semu

Membawa kajian dan perjanjian

Menawarkan perdamaian dan keadilan

Negeriku kaya

Rakyatnya miskin

Ada apa?

Tanyaku...

Bireuen, 10 April 2016



"PETAPA TUA"

 Karya Muraz Riksi


Wajah tua pemilik kebisuan

Saksi kematian

Mengalir darah penindasan

Mereka menyebutnya tanah kesurupan

Dari keserakahan akan kekuasaan

Dibalik asa keriput

Ia menatap masa depan yang kusut

Adakah jawaban akan isi perut?

Ribuan sajak ia tuliskan hingga hanyut dan larut

Dari derasnya hantaman penuntut

Saat mereka berebut kedudukan

Petapa tua menangisi cacian keadaan

Berharap kesadaran menjemput penipuan

Membawanya pergi jauh dari hiruk-pikuk kehidupan...

Banda Aceh, 13 Oktober 2016



"DAUN HIJAU MILIK RANTING, DAUN KERING MILIK TANAH"

 Karya Muraz Riksi


Angin berhembus sore itu

Ia meniupkan daun-daun kering

Ranting-ranting kecil tak tahu menahu

Kala hembusannya merobohkan batang tua

Alang-alang berteriak keras

Kenapa kami yang harus merasakan sakit?

Kalian yang berbuat nista

Kami yang menanggung dosa

Ini tanah kami tapi akuinya karena kalian

Ini catatan kami, cerita kami, puisi kami

Tapi kenapa kalian yang memetik bunganya?

Tak secuil pun kalian ambil andil

Ketika kami dihujat air hujan

Dan kami tahu, kalian adalah penipu ulung...

Bireuen, 09 Desember 2016



"GEMURUH ALAM PERTANDA APA?"

 Karya Muraz Riksi


Awan hitam, cucuran kelabu seakan gelap malam

Bergemuruh meluluh lantakkan kehidupan

Berkumpulnya kemarahan

Angin, Itu bukan angin

Tapi air mata langit berjatuhan

Membasahi tanah-tanah kering

Kau akan melihat , pohon-pohon sedang menari-nari

Burung-burung terbang kesana kemari

Membelah hujan, membasahi bumi

Alang-alang ikut bernyanyi

Semua isi alam terbangun dari meditasi

Itu tidak benar!, saat alam bergemuruh

Pertanda bencana akan tiba

Banjir, longsor, tak perlu heran lagi

Bukan, bukan hujan yang mendatangkan banjir

Bukan hujan yang membuat tanah longsor

Tapi kita, kitalah yang merusak alam

Menggundulkan hutan-hutan

Membakarnya lalu menggantikan dengan tanaman sawit

Saat kita menatapnya

Sejauh mata memandang

Hanya lahan sawit yang berdudukan

Rumah-rumahnya gajah kita tebang

Kita tanami nafsu-nafsu kemarukan

Jangan salahkan gajah mengamuk mendatangi pedesaan

Tapi salah kita

Kita yang telah merusak alam

Aku masih percaya

Hujan tidak hanya mendatangkan basah

Tetapi ia juga mendatangkan rahmat...

Bireuen, 06 Mei 2017



"JUBAH PENJERAT"

 Karya Muraz Riksi


Datang dua tetes hujan

Dari lembah sempit pinggiran

Yang meregang udara pengap dari pohon keramat

Tempatnya bermula hujat-menghujat

Hitam menerjang, putih meregang

Menggema kematian yang digulung kemunafikan

Ada bisik-bisik pekat yang menjerat

Terjaring kuat hingga terikat hajat

Berhamburan buah-buah keramat

Yang matangnya di pucuk jagat

Ditelan lalu dilahap bulat-bulat

Tanpa dikunyah atau diremah-remah sekat

Bingas, buas, mencengkram erat-erat

Mereka saling berebutan seakan telah lama kelaparan hebat

Matanya saling menatap tajam, mengisyaratkan ancaman

Siapakah pengerat itu?

Ialah tubuh-tubuh dengan jubah hitam yang melekat

Jubah penjerat,

Yang bernaungnya kelakuan-kelakuan maksiat

Dimanakah kediaman makhluk-makhluk itu?

adanya di istana-istana penghujat

Yang mencari kemenangan hanya untuk mengenyangkan perut-perut kerabat

Mereka tidak lagi hidup pada kebenaran

Tetapi mencari mati pada lubang-lubang kejahatan

Apa yang sedang duduk di singgahsana itu?       

Bukan, bukanlah mereka

Tapi kita,

Saya, kamu dan orang-orang yang dikuasai nafsu

Yang hidupnya hanya untuk memenuhi hasrat

Bukan merenungi diri untuk mencari pintu-pintu taubat...

Bukit Teulaga Mane, 07 November 2017



"LIKA-LIKU"

 Karya Muraz Riksi


Guratan tanah yang dikuliti

Batu-batu telanjang berjatuhan diri

Ada pula hutan-hutan dijarah lalu ditelanjangi

Adakah kekejaman yang lebih kejam dari ini?

Semilir angin menembus kulit kaku

Saat deru bergelut peluh atas debu

Di puncak ketinggian panorama palsu

Sekumpulan manusia pengunjung tamu

Dari balik tirai mata

Di ujung pucuk daun jendela

Penatap sepi penunggu bahtera

Menikmati senja yang tak jingga

Merah mega lenyap tertelan asa

Adakah daun kering yang tak beterbangan?

Saat angin bertiupan kencang

Adakah kabut yang tak berjalan?

Saat hujan mulai berjatuhan

Begitunya lika-liku menggelar tikar

Menyambut pertemuan, melepaskan kepergian

Sehingga adanya wajah kusut kerinduan

Dari lorong-lorong sepi jalanan...

Pantan Terong, 08 Januari 2017



"TUAK TAK BERBAU"

 Karya Muraz Riksi


Botol-botol tuak berserak retak

Di atas meja, kacang-kacang bercorak

Duduk segerombol hidup yang rusak

Hayalan malam penikmat burung merak

Sebotol tuak penambah darah

Jungkir balik naikkan gairah

Pantang marah menyulut yang merah

Sedikit salah, banyak bertingkah

Tuak kosong mulai bicara

Tambah sebotol akhirnya tertawa

Sebotol lagi jangan cari gara-gara

Menerkam tajam hati yang membara

Tuak itu semakin berbau gila

Membuat hidup dihujat sengsara

Tuak itu jalanannya para pendosa

Pulangnya linglung tak tahu penjara

Dikubur mati hunian mewahnya neraka...

Bireuen, 18 Januari 2018



"RONGGA MALAM"

 Karya Muraz Riksi


Tak sepatah kata turun menghujam

Selain anak-anakmu duduk diam

Merenungi nasib yang kian hari kian kelam

Laksana gelap malam yang mulutnnya menganga mengharapkan belas kasih untuk tidak lagi menghitam

Pelataran jalan, beratapkan langit yang wajahnya

dibasahi hujan air mata

Dengan perut kosong yang merintih kelaparan

Meregang kesedihan yang dibasuh pilu tatapan buta

Oleh tuan-tuan yang sedang nyenyak tak berperasaan

Anak-anakmu tersangkut di rongga malam

Tersungkur kesakitan, menangis pun tak ada yang hiraukan

Seakan terseret arus tertelan palung jurang yang dalam

Menggigil kedinginan dengan selembar daun kusut membungkus badan

Rongga itu semakin terbuka lebar

Menghisap anak-anakmu dalam peluh

Tersengat cacian mulut-mulut kumuh pinggiran

Dihujat udara kotor yang bising oleh suara kecil berkoar-koar

Siapa yang akan mendengarnya?

Sedang tuan-tuan tidak lagi sadar

Hanya rongga malam tempat anak-anakmu curahkan kesedihan

Sekedar coretan pilu yang tak pernah dimuat surat kabar

Pada siapa lagi anak-anakmu mengadu?

Bila pagi-pagi indah telah dirampas tuan-tuan serdadu

Hanya tersisa gelap yang tak dapat dirayu

Saat janji palsu sang penipu datang menjamu

Diantara malam anak-anakmu luntang-lantung tak menentu

Mengais-ngais pelataran gantikan rumah kayu

Tak digubris, dikiranya anak-anakmu segerombolan benalu

Yang hidup dan tinggal dimusuhi layaknya pengganggu...

Bireuen, 03 Februari 2018



"AIR LIUR KELAPARAN"

 Karya Muraz Riksi


Malam ini ku coba cermati suara hitam

Adalah suara sunyi yang menyergap jendela malam

Adalah ketakutan yang menjalar kedalam kulit alam

Dari tanah-tanah kering tumbuh lumut hijau

Lalu muncul kolam terpal

Yang memuntahkan air liur kelaparan

Yang haus pada kemunafikan

Merupiahkan kebohongan demi kepentingan

Harampun dirampas untuk kemenangan

Ada apa?, senaif itukah dunia impian yang dijanjikan?

Menghalalkan saingan demi kekayaan

Bireuen, 23 Maret 2018



"LAPAK PROSTITUSI"

 Karya Muraz Riksi


Tanah terpajang di lapak prostitusi

Fluktuasi...

Monopoli...

Relasi dan janji-janji...

Jelasnya bukan pribumi

Tambang karat benih jerat

Kubur mati anak-anak setempat

Kelabui timur datangnya yang di barat

Naik tingkat tinggikan derajat

Jelasnya bukan pejabat

Mereka mabuk mencuri

Menjilat-jilat ludah sendiri

Tanah, batu, kayu hingga lautan dieksekusi

Mereka lupa diri

Anak-isteri digadai hingga ibu pertiwi

Asap-asap bara api

Babat hutan dan eksploitasi

Tanah air terpajang di lapak prostitusi

Jelasnya bukan pejabat negeri

Bukan juga pribumi

Mereka pemabuk yang jua pencuri

Mereka penjilat yang lupa harga diri...

Pulokiton, 01 April 2018


***
Demikian puisi karya Muraz Riksi yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini. 

(Catatan Penutup)

Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment