Puisi Kritik Sosial "Jabatan dan Tahta Kehidupan Sosial" Puisi Muraz Riksi

Table of Contents
Puisi Sampah Kata Seniman Bisu

“Jabatan Dan Tahta”

Oleh : Muraz Riksi


Jabatan adalah derajat

Tahta adalah martabat

Satu kalimat perintah tidak ada lagi debat

Laksana seketika dengan gerak cepat


Regulasi dapat lahir dengan pola pikir

Bangunkan ketakutan melalui penekanan

Bukan tentang jera tapi tentang rasa

Agar aturan berjalan segera


Kaum kecil tak ada jabatan dan tahta

Harus laksana semua perintah penguasa

Yang duduk di singgah sana

Memikirkan kemakmuran para penduduknya


Kaum kecil ikut serta

Meminta anak-anaknya mengikuti tes jadi penguasa

Pendidikan tinggi digantikan dengan harta

Tanah, sawah dijual untuk menutupi segala biaya


Memiliki jabatan dan tahta

Artinya memiliki derajat dan martabat

Kaum kecil tak berpendidikan adalah rakyat

Yang sudah lulus tes dialah pejabat


Tanpa mereka negeri ini kehilangan arah

Sebab nakhoda adalah pemegang perintah

Kala kapal tanpa pemimpin di samudera luas

Maka tenggelamlah dihantam ombak deras

Begitulah hidup ini, begitulah negeri ini

Jika tak ada pemimpin yang belas…

Juli KM 3, 20 Juni 2021



"ISTANA SANG WALI"

 Karya : Muraz Riksi


Megah mencula atas tanah

Di bawah langit biru

Ada serdadu-serdadu bersiaga

Berharap yang muda dapat menatap megahnya


Lembut suara salam menyapa

Niat tulus hendak laksana

Lantang berbalasnya, maaf ini bukan tempat wisata

Wali juga sedang duduk di atas singgah sana


Di ujung nestapa

Nyeri rakyat bernyanyi

Gedung-gedung wali tertutup kunci

Saat keroncong perut mulai berbunyi


Apakah rakyat negeri tak berhak sebatas menginjak kaki?

Adakah salah untuk sekilas mengambil dokumentasi?

Semua pertanyaan mendebat hati

Muntahkan benci jerit ribut pada mencaci


Begitulah kisah yang terjadi

Kelana pemuda berakhir kembali

Jauh pulang mengiris hati

Ternyata demikianlah megah istana sang wali...


Banda Aceh, 09 Oktober 2017

Sumber : Buku Seniman Bisu



"SEBATANG KRETEK DAN KOPI HITAM"

 Karya : Muraz Riksi


Meja,,,

Segelas kopi,,,

Sebatang kretek,,,

Nafas yang berganti,,,


Bercampur dengan asap dari sebatang kretek yang ku bakar

Pelan-pelan ku seruput si aroma hitam

Langit sedang menangis

Tidak deras namun mampu membuat basah siapa saja yang berjalan diantaranya


Sepi,,,

Sunyi,,,

Hanya ada suara mesin yang lalu lalang

Mesin-mesin yang melaju dan dari lubang kecil keluar karbon dioksida


Aku dan mesin itu sama-sama penghasil karbon dioksida

Wajar saja jika langit menangis

Atau mungkin matanya langit yang mengeluarkan butiran air karena pengaruh asap dariku dan mesin itu


Atau mungkin dari cerobong asap, kretek besar dari industri-industri

Ahhh... Aku tidak perlu menerka-nerka

Untuk apa? Tidak ada guna


Ku seruput kembali si aroma hitam

Melesat tajam masuk kedalam tenggorokan lalu jatuh terdiam di pusara

Tempat di mana yang baik dan buruk bercengkrama


Asap kretek juga tak mau kalah dari embusan nafas

Mungkin langit sedang berduka

Menatap bumi yang sedang bertikai

Dengan berbagai macam pelik yang menodai

Dari kisahnya si Pandemi hingga pula pada ceritanya bantuan sosial yang dimusuhi


Imbasnya sebagian memusuhi pemimpin negeri

Dari pelosok kecil pedesaan hingga perkotaan


Katanya dan katanya...

Ada banyak teori berspekulasi

Berdebat antara pikiran dan hati

Tentang manusiawi dan nurani


Ahhh... Aku kembali menorehkan isi hati

Karena kopi dan puisi

Etsss, bukan puisi tapi lebih tepatnya narasi

Keseimbangan hati, pikiran dan nafsu duniawi...

Blang Keutumba, 27 Juli 2020


***
Demikian puisi karya Muraz Riksi yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini. 

(Catatan Penutup)

Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment