61+ Puisi Kehidupan Sehari-Hari "INSECURE" Puisi Sil Sila Yusuf Puisi Singkat Penuh Makna Puisi Kritik Sosial
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam kopi pahit...
Puisi merupakan ungkapan perasaan yang menggambarkan tentang cinta, kehidupan, bahagia, sedih, rindu dan alam. Oleh karenanya pada postingan ini, admin ingin membagikan Puisi Kehidupan Sehari-Hari karya Sil Sila Yusuf.
Dalam hal ini admin menekankan bahwa sumber tulisan dan hak cipta sepenuhnya milik penulis. Selamat membaca!.
Profil singkat penulis :
Facebook Sil Sila Yusuf
"BERMIMPI
DALAM HUJAN"
Karya Sil Sila Yusuf
seperti ada
yang datang dalam tidurku
membawa
payung
tapi hujan
dibiarkannya mengguyur
payungnya
tengkurap
tepat di
bawah kakinya
menari-nari
air
menyiramnya sampai tumbuh uban di kepalanya bagai rumput di halaman
hujan yang
selalu dirindukan
tak mungkin
diabaikan
mawar dan
angrek tumbuh di punggungnya seperti renda pengantin wanita
senja dan
mega berguguran
sebab
matanya melahirkan fajar dengan sempurna
setelah
hujan reda
kurasakan
dia masih ada dan menari di luar jendela
menikmati
air yang mengalir di tubuhnya seperti air mata
ilalang
tumbuh di ketiaknya
semut merah
menjalar membentuk barisan rel kereta
angin
semilir membuat tariannya terhenti
air di
keningnya membeku
bianglala
tersipu
tumbuhan
bergoyang-goyang di tubuhnya
menahan
angin agar tak meruntuhkan bunga dan air mata
Sumenep,
29112020
"BERNAUNG
HUJAN"
Karya Sil Sila Yusuf
hujan di
kali
tak
menyisakan harapan sama sekali
tidak pula
keniscayaan
air
mengapung begitu saja
berebut
tumbuh
dalam
doa-doa
berdahan
perlahan tanpa akar
yang manja
pada batang adalah cinta yang sama
memutik di
pagi berbeda
hujan di
kali
hanyut dalam
mimpi
bertutur
lama sekali
tidak
sedikit waktu
untuk
menampung air
dan doa-doa
seumpama kincir
hujan dalam
doa
doa dalam
hujan
adalah cinta
yang semerbak bunga setaman
Sumenep,
3122020
"RINDU"
Karya Sil Sila Yusuf
di bawah
kabut yang menghampar, angin berperang dengan hujan
geluduk
bersahutan
pecut
Malaikat berkilat seperti aku memotretmu dari bawah pohon asam
kau tahu,
saat hujan turun, rindu mengguyurku seakan
mengajarkan,
bagaimana
cara bertahan
sementara
cinta dalam hatiku kian mengembang
air terus
berjatuhan, memelukku seakan takut kehilangan
perlahan
awan berarak
bergulung-gulung
saling mencipta jarak
ruang paling
gelap
katanya,
bertahan untuk tidak bertemu adalah ujian terberat
Sumenep,
3-4012021
"JANUR
MELENGKUNG DI BAWAH AWAN"
Karya Sil Sila Yusuf
janur di
bawah awan melengkung
pucuknya
mata angin yang hijau dan menguning perlahan seperti perempuan
matahari
terselip di antara lipatan manggar dan nyiur yang renyah batoknya menjadi
kehidupan
tupai
melompat dari janur satu kepada lainnya seakan mencari
makna dalam
pelarian dan pencarian
terkadang
mengikis nyiur sebagai literatur
janur kepada
tupai selalu waspada
sebab sekali
melompat, nyiur gugur tanpa akad
janur kepada
awan tetap berkawan
satu-satunya
yang memberikan pencerahan dan matahari tanpa bantahan
Sumenep,
31122020
"MENAMAN
PELANGI"
Karya Sil Sila Yusuf
mendung di
atap rumahmu
menggumpal
beberapa beban kehidupan
sebagian
berasal dari tanah
sebagian
datang dari dalam rumah yang penuh tikus dan kecoa
sebagian
lagi dibawa angin nan lembut desirnya membangunkan bulu roma
mendung
mencair di atap rumahmu
ketika
mengingat pelangi adalah buah sesal yang indah
atau pada
saat pekat telah sempurna
dan
menjalankan kisah sebagai pilihan yang niscaya
pelangi
memanjang di belakang rumahmu hingga lautan nun jauh di sana
sementara
mendung yang mencair jadi air menyisakan basah dan gigil pada tanah
tanpa
pertentangan
tanpa
penolakan
pasrahmu
sebab indah warna pelangi,
menumbuhkan
pulau-pulau yang kering
memberinya
tuan dan kehidupan
selalu ada
matahari yang terbit kemudian hari
Sumenep,
1012021
"ADA
KATA DI KOTAMU"
Karya Sil Sila Yusuf
semalam aku
menimba puisi di kotamu
angin menyebrangi
lautan
dan bunga
mawar menjadi tikar yang menghampar
kotamu
sangat indah
kata-kata
seperti lampion di jalanan
menyapaku
dengan harum bunga yang merah warnanya bagai nyala
cinta di
alun-alun kota
tak
kulewatkan setiap panorama yang menyajikan musim hujan dan
kemarau
bersamaan
ada yang tak
berdahan tapi berbunga seindah sakura
dan cintaku
tumbuh di kelopaknya
satu halaman
bersama kata yang dierami pujangga dari Lebanon,
Gibran
namanya
aku mengemas
puisi di kotamu sebagaimana seserahan pengantin pria
kepada
wanitanya yang berkebaya putih di pelaminan
ada sanggul
yang belum kupasang di kepalamu
sedang
melati telah merajut kawan-kawannya dengan anggun serta wewangian surga
bianglala
menyaksikan dengan bangga
puisi
berakhir dengan sumringah wajahnya
melihatmu
berkalung bunga
dan kata
menemukan kotanya
Sumenep,
16122020
"HUJAN,
AKU RINDU"
Karya Sil Sila Yusuf
hujan telah
turun
dan basah
daun-daun
pada atap
rumah berhentak-hentak
membangunkan
gairah yang punah saat musim panas
hujan
menyelinap di radiasi seperti rambatan udara memasuki pintu hati
basah sebab
sampai kini merindumu tak pernah mati
hujan di
tanah
menyusup
akar-akar
batang
menyesap seperti rindu amat sangat
hujan di
kebun
disambut
seperti ibu mendapat hujan emas
dikantongi
lekas-lekas
berebut
basah sampai susuk ke dasar tanah
cintaku yang
memerah
hujan di
tubuhku
seperti
dekapan rindu yang lelah menunggu
setiap
bulirnya berjatuhan kata
aku sangat
rindu
aku ingin
hanya rindu
aku mau kau
menunggu
sebab aku
selalu menyimpan basahmu, basahku
di bawah
awan kelabu
Sumenep,
19102020
"PEREMPUAN
PASIR"
Karya Sil Sila Yusuf
Tangismu,
yang turun pertama di bulan Juli
adalah ombak
yang diam-diam meruntuhkan pantai
Bajaklah,
perempuan
Jeritmu,
yang menumpahkan hujan di musim kemarau
adalah lahar
yang damai setelah letusan
Muntahkanlah,
perempuan
Sebab pucuk
beringin yang jatuh mengenai hatimu
bukan untuk
menutup segala pintu sorgamu
melainkan
pecut agar kau membelut dengan segala akar yang diwariskan
Perempuan,
Kerikil di
kaki kau himpun dengan semen, jadi kekuatan bagi bangunan
Kerikil di
hatimu kau aduk bersama aspal, jadi titian, tempat setiap orang lalu lalang
Lalu apa
yang kau takutkan?
Senja
menunggumu dengan sangat rindu seperti halnya ibu
Malam
mendoakanmu dengan begitu syahdu
Seakan
mereka sepakat, bahwa kiamat hanya akan tiba bila engkau
menyimpan
segala luka
dan bara di
dadamu kau biarkan melapuk begitu saja hingga arang:
kenanganmu
yang terbuang
Sumenep,
11092020
"HARI
MINGGU KUPULANGKAN RINDU"
Karya Sil Sila Yusuf
Hari minggu
kudapati banyak rindu mengapung di pantai
menyatu
dengan lautan
menjadi
gelombang, buih dan badai
Hari minggu
kutemukan banyak kondom di kelamin cinta
letaknya
serupa bebek di atas bara
sepertinya
ada bekas robekan yang membuatnya terbuang dan tak dapat perhatian
Hari minggu
pantai lebih sering tertawa
melihat
romansa berpasang pasang mata berserakan saling bergayut dan bermanja
Angin
menjadi irama
debur ombak
terdengar seperti nyanyian surga
karena cinta
begitu lekat di telinganya
Hari minggu
banyak lagu baru bersekutu dengan rindu
laut
berlabuh dengan sempurna
nahkoda
merapat pada dermaga
dan pantai,
dicumbu beberapa rayu agar minggu lebih berkesan bagi penunggu
Hari minggu
aku kembali
dari kuli membawa rindu yang sempat pergi
Sumenep,
7092020
"HAMBA
DAN BUKAN PENGUASA"
Karya Sil Sila Yusuf
Begitu
banyak cerita yang tak jelas alurnya
merasa sudah
benar dengan menjadi sutradara dan aktor yang
sejatinya
tak kan berkelanjutan
seperti
dalam tulisan dia seakan menjadi Tuhan
berkuasa
membelok haluan
atau
menentukan akhir kehidupan dengan mapan sebagaimana egonya menceritakan
Tapi
nyatanya bukan siapa siapa dan tak berarti apa apa
Matahari
yang menjadi liontin cincin adalah kita
yang amat miskin
Rembulan
yang menutupi kepala adalah penampakan buruk rupa
Tak perlu
menjadi siapa siapa
sebab memang
tidak benar benar ada
tingkah ini
sementara
jika silau
cukup tutup
mata
maka dunia
seketika menjadi pertempuran akal dan realita
Sumenep,
7092020
"NEGERI
DALAM LUKISAN"
Karya Sil Sila Yusuf
siapakah
gerangan yang datang dengan langkah tertelan udara dan
wajahnya
merah delima
rambut
tergerai memecah sadar
aromanya
lavender setaman
ahai, dia
menoleh
kedip
matanya seperti purnama
alisnya lukisan
Titian
Dewi Venus
menari nari di keningnya
bulu roma
berdiri tiba tiba
langkahnya
terhenti
menggauliku
dalam mimpi
hati meronta
ronta
menyeretku
dari realita
"acuhkan
atau buang saja"
begitu
bisiknya
dilema
bukankah
telah purna
kesepakatan
antar penguasa
wanita iming
iming paling menggoda
dengan
birahi di dadanya dan tahta dikemaluannya
siapa hendak
mengadili
jika
keadilan negeri ini telah kompromi
kau jual
aku beli
kau bayar
aku tikam
mati
begitu
kepanjangan cerita lukisan seorang janda
Sumenep, 5092020
"BAYANG-BAYANG"
Karya Sil Sila Yusuf
matahari
menjadi linggis setelah kau kerut alis
bulan
menyeringai
aku kau
gerakkan dengan lipat tangan
matahari
menjadi gerhana
ku kau
tinggal bergelimpangan selepas hantaman
dengan
kesunyian
kurapal doa
doa dan aroma dupa terbayang hingga sujudku berakhir luka
kupu kupu
berdatangan memanen kamboja
matahari
menjadi baja
kokoh dalam
dada
dan engkau
hangus terbakar dupa
kuhirup
kuteguk
napasmu
seperti pesawat
terbang
bersama angan
sedang aku
tak lagi berharap
matahari
akan berkarat
Sumenep, 27
Agustus 2020
"MOBIL-MOBILAN"
Karya Sil Sila Yusuf
anakku
merajuk pada bapak
memohon
mobil di atas kertas
si bapak
melukis dengan sempurna
senyum
membias di sana
mobil di
kertas melaju pelan sekali
mengajari
anakku sampai mengerti
sesekali
klakson berbunyi
takut akan
ada tabrak lari
anakku
gembira
bersorak
sambil kedua tangannya terangkat digoyang goyang
mobil di
kertas masih dengan hati hati mengajari anakku mengemudi
bapak
tersungging
menatapnya
hati menyingsing
mobil di
kertas berhenti
penanya
menabrak tepi
anakku
tercengang lalu berlari
mencari
kertas untuk menyambung mimpi
Sumenep,
28082020
"ARJUMAN"
Karya Sil Sila Yusuf
Di kuba Taj
Mahal kedip matamu memabukkan rembulan
mematahkan
banyak asa sebab Sah Jahan susuk di hatimu menjadi keajaiaban
engkau
permaisuri dengan sari sutra berhias intan dan permata
pemilik
cinta yang kokohnya himalaya
tak merugi
Isa memahatmu di india dengan abadi tetesan gangga
Arjuman,
cintamu
adalah waktu
dan Sah
Jahan sekutu
Sumenep,
3092020
"MALAM
DALAM DIRIKU BERPAYUNG DOA"
Karya Sil Sila Yusuf
Malam dalam
diriku berlarian menemui Tuhannya
meminta
gerimis untuk menyiram sunyi yang tiada henti
menggerogotinya
tanpa matahari
malam dalam
diriku bertasbih menyambut malaikat Rahman melebarkan sayapnya
menyambung
hajat dari tanah yang belukar dan kerontang
malam dalam
diriku beristighfar
dosa dosa
meluntur pada debu
menyusun
strategi bila Tuhan tak menerimanya kali ini
malam dalam
diriku menghaturkan banyak cinta
yang
dibawanya dari ruang hampa dan realita yang melata
malam dalam
diriku menyerahkan nyawa yang sujudnya semakin dahaga
dan hatinya
menjadi buta
aku
menggigil di jantung sepi
merasakan
malam mulai menepi
mencari
matahari yang pudar dalam hati
hangatnya
ingin menetap lebih lama lagi
malam dalam
diriku menjadi sesak di dada
mengutuk
sebab surga harapan paling nyata
dan menolak
segala macam siksa
malam dalam
diriku menjadi doa
merajut
bahasa dengan sangat cinta
dan aku
melepasnya dengan rela
malamku
berkasih mesra dengan Tuhannya
Sumenep,
31082020
"KEBUN
TETANGGA"
Karya Sil Sila Yusuf
Ada banyak
cinta dia tanam di sawah lunta
salah
satunya berjubah tanpa sandal dan hatinya tertinggal di pangkal gardu sawah itu
dia
berkeliling mencari cinta yang putih kerudungnya
pada bajunya
dia temukan tembelan tanpa nama
kemudian
dilema menyerang dan menjadikannya tak bersuara
tujuh
langkah setelahnya
cinta tumbuh
dengan lebat dedaunan
tapi ulat
mengerubung dikelopak
tersembunyi
namun mengikis hijau sampai hitam bajunya penuh bercak
kesamping
dia melangkah
cinta tumbuh
memakai sarung dan mukenah bagian atasnya
senyum
tersungging
cinta
memucat kemudian
hama
menyamun
kerdil
batang kurang gizi
lalu kaki
mengajaknya melihat perkebunan tetangga
tanaman
tumbuh dengan sempurna
cinta penuh
bunga bunga
dan kumbang
mengerubung mencumbuinya
dalam hati
rasa tak rela
tapi sadar,
dia hanya tetangga
Sumenep,
29082020
"ANAK
YANG TENGKURAP DI DADA AYAHNYA"
Karya Sil Sila Yusuf
Anak yang
tengkurap di dada ayahnya
membawa
bianglala dalam tidurnya
kembang api
meluncur meramaikan mimpinya
setiap malam
ia zikirkan panjang jalan
sampai
hafal, berapa tikungan hingga pasar malam
Anak yang
tengkurap di dada ayahnya
melipat
lelah selepas main petak umpet dengan kawannya
berkali-kali
disembunyikannya diri dari bara api
membuat
tenda dengan lebar dada ayahnya yang gagal menguasai diri
air dan api
mengapung
Anak di dada
ayahnya menjadi kaca
pecah
tepinya, susuk di dada ayahnya
Sumenep,
21112020
"RAHASIA
KALI"
Karya Sil Sila Yusuf
di kali
banyak sekali kerikil
meski
berulang dipungut seperti kata
ia tetap ada
datangnya
tanpa berita
di kali
airnya penuh kotoran
banyak
cerita mengalir bersama
seperti
kerikil dengan bentuk berbeda-beda
kuasa Tuhan
padanya
di kali,
perempuan-perempuan mencuci hati
tidak jarang
mengais puisi
gelombang
hanyut halusinasi
ke hilir ia
ikut menepi
di kali ada
rotan
jatuh dari
tubuh nan rapuh
mengapung
berarak
tidak ada
jarak antara kata yang diperah pujangga dengan air mata
yang deras
di kali pencuci muka
Sumenep,
1112020
"DI
HUTAN JATI"
Karya Sil Sila Yusuf
kuburan tua
di tengah hutan yang penduduk utamanya pohon jati tak bertuan
menanam
cerita, bahwa nenek moyang bersemayam di sana ratusan
tahun silam
batu nisan
tanpa nama dan pusara
tersisa
satu, dua, sampai tiga
terpisah-pisah
tapi bertetangga
dan di
antaranya tengkorak-tengkorak barjajar seperti barisan
lahan
pekuburan biasa
lagi-lagi
tanpa pusara dan tenggelam batu nisannya ke dalam masa
yang entah
di kalender berapa
rokatan
tahunan dilaksanakan sebagai pengakuan dan pembenaran
ada yang
tertanam dan hidup di sana
di tengah
rimbun jati yang gugur tidak pada tempatnya
ada yang
bercahaya di sana
di bawah
nisan yang utuh dengan pusaranya
adalah yang
pertama membabat desa tercinta
Lamperreng
namanya
Syekh
Muadzin tokohnya
baru
dibangun Desember 2020 tahunnya
Jârrât punya
cerita
Sumenep,
2012021
"SEPENGGAL
KISAH SOPIR"
Karya Sil Sila Yusuf
di sepanjang
jalan aku melalui beberapa kegelapan dan ketakutan
kegelapan
yang entah dari mana berasal
padahal
jalan yang sama kulalui setiap hari bersama para penumpang
tapi kali
ini tak wajar
jalan kota
siang hari seperti pegunungan sebelum kemunculan mentari
ada kematian
di setiap tikungan
yang
membuatku kehilangan penumpang selamanya
ada kematian
dalam diriku
yang
membuatku terhimpit antara dunia dan liang kubur
di belakang,
ada yang memanggil dan membentur kemudian
di depan,
aku ditunggu meja hijau
seperti
seorang pesakitan
aku disidang
atas kematianku sendiri yang tak dipertanggung jawabkan
penumpang
bergelimpangan di tanah
nyawanya
hidup dalam kematianku
menjadi masa
lalu
menjadi ajal
: aku dan
penumpang mengarungi jalan panjang
Sumenep,
23112020
"LELAKI
PENJUAL SUARA"
Karya Sil Sila Yusuf
"belum
ada yang datang, padahal ini fajar kesekian, sebentar lagi akan
tenggelam!"
seorang
lelaki berkata sambil menggaruk rambut yang memutih sebagian di kepalanya
setahun yang
lalu, seorang pembeli suara datang kepadanya dengan
selembar
uang warna merah dan selembar foto yang tersenyum kepadanya
"kubeli
suaramu seharga sekian, dan kau tak kan kulupa sampai
usai masa
jabatan!"
pembeli
membual dengan pongah
dibungkusnya
suara penjual dengan kotak seperti kotak amal
ditimang-timang
penuh kemenangan
"suara-suara,
sungguh murah hargamu!"
setahun
sudah dia berjaya, lantaran suara yang dibelinya ketika fajar
setahun
sudah, penjual suara menunggu perubahan nasib dalam
dirinya,
dalam hidupnya, dalam pembangunan kota
tapi sia-sia
dia seperti
peta
seseorang
mudah berpetualang karenanya
tapi dia
sendiri tersesat di tempat yang sama
lelaki
penjual suara
harapannya
usai di kotak suara
Sumenep,
27112020
"SUARA
PEMIMPI KEPADA PEMIMPIN"
Karya Sil Sila Yusuf
rumahku
bukit-bukit belukar, jati-jati mencakar
jalanan
lebar, tapi belum diaspal sejak tahun dua ribu enam
lihatlah,
Pak
kuli
bangunan dan mahasiswa setiap pagi melewati jalan ini
jalan
berombak seperti sungai dan ladang tembikar
roda motor
yang mereka tumpangi sering tergelincir dan terguling
menembel ban
nyaris menjadi kegiatan rutin
ban motor
bisa ditembel, Pak
tapi nyawa
mereka yang bertarung demi nafkah keluarga, demi masa depan bangsa
siapa
menyediakan bengkel?
setiap
periode menjanjikan kemudahan lalu lintas
lantas,
mengapa lalu lalang belum juga menjadi pantas,
padahal
berkali-kali pengukuran jalan dilakukan
kaki mereka
maju mundur kau permainkan
jika saja
jalan ini menuju rumahmu,
tentu
buru-buru kau hampar aspal terbaik, minimal sehitam bola matamu
tapi, Pak
ini jalan
hanya kuli dan mahasiswa, petani dan pencari kerja yang
melaluinya
dengan rasa yang sama
ingin
persembahan terbaik bagi keluarga dan bangsa
bukan
menumpuk uang sebanyak-banyaknya
tentu kau
lalaikan
lalaimu
sebab lupa, dari mana kursimu berasal
bukankah
suara mereka yang mengangkatmu ke singgasana?
bukankah
suara mereka yang mewujudkan mimpimu jadi nyata?
sekarang
apalagi,
jika mimpi
telah pasti, tinggal janji untuk ditepati
mudahkan
jalan kuli
mudahkan
jalan pemimpi “semoga Tuhan mengampuni”
Sumenep,
28112020
"DI
MATAMU"
Karya Sil Sila Yusuf
aku melihat
seorang anak berlarian di matamu
menangisi
langit tanpa pintu
awan dan
kabut bersekutu
merencanakan
hujan dan petir setiap penjuru
anak itu
mengemasi pakaian
dan
buku-buku yang berserakan di atas dipan
di kepalanya
ada badai
banjir
menghanyutkan segala impian
di teras
rumahnya dia menatap ke langit
hujan
berguguran seperti kenyataan
luka tidak
pernah usai
dan badai
menghempas di depan pagar
selangkah
dia maju
mencari
benar di matamu
tapi petir
menyisakan pecahan-pecahan
yang
kilatnya lekat di bola mata
anak itu
menutup matamu
hujan dan
badai kembali bersatu
Sumenep,
23112020
"PEREMPUAN
JANUR"
Karya Sil Sila Yusuf
perempuan,
kemarin sore
angin menerpamu ke utara,
engkau
melenturkan liukan
pagi ini,
angin meniupmu ke timur,
engkau
mengikuti bisikannya
seperti
pucuk nyiur di ketinggian,
lambainya
bukan kesalahan
dalam dirimu
kekuatan bertahan agar tak tumbang
perempuan,
tugasmu
menanam cinta tak kan pernah usai
batang nyiur
tanpamu, tak kan mampu bertahan
menjadi
kokoh dengan cintamu
menjadi
pasak dengan kasihmu
bertahanlah,
perempuan
Sumenep,
26102020
"INSECURE"
Karya Sil Sila Yusuf
di bawah air
terjun kuhanyutkan luka lama
bersama
sampah yang kau buang seperti serapah
mengapung
hingga muara
dan bila
tiba pada samudera
lukaku
menjadi batu karang
tempat
rumput menghimpun kekuatan
Sumenep,
10112020
"ROKAT
PANDABA"
Karya Sil Sila Yusuf
satu lelaki,
dua perempuan berkebaya rapi
lelaki duduk
di antara dua putri dengan kepala berpeci tutup panci
di kanan
kiri, dua perempuan dengan tongkat dianyam kucur separuh tombak,
pohon pisang
di setiap pojok menjadi saksi,
bagaimana
lelaki menjadi matahari di petang bulan
dan macopat
dibacakan seperti mantra-mantra
bahasa jawa
yang keramat, konon katanya
keris di
bawah bulan turut serta dalam ritual
berbeda yang
istimewa
terjadi
penyerahan di sana
di bawah
pohon pisang yang masih ranum buahnya dan segar batangnya
meski
dipangkas akarnya
mereka
seperti seorang panglima
siap tegar
dan tumbang kapan saja
bulan di
lereng
menyelam
diam-diam
nenek tiada,
siapa akan percaya
sebuah
cerita yang katanya tanpa logika
ibu tiada,
hilang pula kebanggaan desa,
perempuan
penyambung cinta
yang
titahnya bagai seorang raja
ingat,
ingat, nenek berkata
macopat lagu
wajibnya rokat disa dan pandaba yang pupus di pojokan rumah
Sumenep,
4112020
"CINTA
SATU MUSIM SAJA"
Karya Sil Sila Yusuf
kemarau
selalu punya cara menghangatkan cerita anak-anak gembala
meski dengan
dahaga dan cinta yang terbakar rumput-rumputnya
ilalang yang
tumbuh lebat di musim hujan, merunduk perlahan hingga tiarap
tubuhnya
kering seperti keratan daging si gerobak keliling
akarnya
kering
tapi tidak
dengan biji,
benih yang
akan kembali dibuahi di akhir oktober
di musim
kemarau, bunga desember memendam rindu seperti kematian
separuh
tahun lamanya
nyeri telah
akrab dengannya
demi
menyejukkan hati yang dicinta bila tiba waktunya
anak-anak
gembala di bulan itu riang sekali hatinya
sebab rumput
bertebaran untuk kekasih yang dicinta
ladang hijau
di mana-mana
menunggu
arit menjempunya
demi cinta
di musim yang sama
Sumenep,
30102020
#edisi
lelah. Entah bagaimana jadinya
"LENTERA
DI GUBUK TUA"
Karya Sil Sila Yusuf
angin dan
api di udara
menari
melambai-lambai
tikus kecil
dari bawah atap jerami
dinding
bambu yang kusam
banyak
lubang bekas galian kupu-kupu kayu
api pada
lentera dan tikus yang menendangnya
tumpah
terbakar
gubuk tua
bersama
serangga yang punya sengketa
Sumenep,
01112020
"HARI
SANTRI"
Karya Sil Sila Yusuf
Hari Santri
lapangan
sekolah sepi
matahari
setinggi nyali
Hari Santri
sarung peci
menghiasi
istighasah
dipimpin kiai
Hari Santri
Ibu-ibu
berpartisipasi
mendoakan
santri, anak negeri yang berbudi
Hari Santri
hujan tak
singgah
matahari tak
pongah
Hari Santri
tak ada
sampah
tak ada
serapah
Hari Santri
hanya kiai
dan santri
presiden dan
menteri, pejabat dan buruh segala instansi
Tanda cinta
untuk pertiwi
Sumenep,
22102020
"LELAKI
YANG MENGUMPULKAN SEPI"
Karya Sil Sila Yusuf
kereta api
yang berangkat pukul empat pagi dari Stasiun Gubeng
Baru menuju
Cimahi tahun lalu, mengantar seorang lelaki yang
mengumpulkan
sepi ke sana ke mari
terkadang di
pinggir jalan yang padat polusi dan orang-orang
menceramahinya
dari dalam kendaraan yang bising sekali
lelaki yang
mengumpulkan sepi sering terlibat basa-basi di gedung
bertembok
tinggi, terutama di halte-halte dan pusat belanja
ia
mengalungkan sarung di bahunya, menunduk kepalanya,
memiringkan
pecinya, seperti seseorang yang bingung mencari jalan pulang
lelaki yang
mengumpulkan sepi pernah berpikir suatu kali,
bilamana ia
kembali ke stasiun kereta api dan mencari anak istri,
tempatnya
tertawa dan berbahagia
dia ingin
meninggalkan sepi, melanjutkan tawa yang belum usai di
emperan
rumahnya, tepatnya satu tahun yang lalu sebelum seseorang
mempertemukannya
dengan sepi yang berulang-ulang
tapi, kawan
yang memberinya tempat tinggal dan makan batu karang,
seakan
membuatnya terlempar jauh dari rumahnya, jauh dari dirinya, jauh dari ramainya
lelaki yang
mengumpulkan sepi membawa malunya hingga sepi lagi
dan lagi
Sumenep,
26102020
"KELAHIRAN
ANAK KUCING"
Karya Sil Sila Yusuf
ada
kelahiran yang tak mengundang kecemasan
kelahiran
tanpa hari prediksi apalagi operasi
kelahiran
yang setiap ibu ada dalam doa-doa itu
termasuk aku
yang baru
tahu, kontraksi sakitnya selalu melahirkan harapan kehidupan
kau tahu,
kucing di
rumahku kemarin masih mengandung
tapi aku
telah melahirkan
hari ini
kucing di rumahku melahirkan tanpa mengejan, tiga anaknya
luar biasa
bukan?!
padahal baru
beberapa menit menghilang
kupikir ia
butuh bantuan
nyatanya aku
hanya ibu yang doanya menunggu waktu
kucing di
rumahku menjadi ibu baru
ia
melahirkan kehidupan baru
dari doa-doa
yang tak putus waktu
Sumenep,
20102020
"GULING
ANAKKU ADALAH RINDU SEORANG IBU"
Karya Sil Sila Yusuf
anakku
memejamkan mata setiap siang dan malam
tapi tidak
benar-benar terpejam seperti kakekku sepuluh tahun silam
dalam
tidurnya anakku tak menyukai bantal
tapi guling
baginya setengah kebutuhan
guling itu
telah berlumut
hasil
karyanya yang paling kurindukan
lihatlah,
kakinya dinaikkan pada guling yang melintang dia terpejam
tapi guling
membuainya seperti sebuah ayunan
sesekali dia
bergerak
tangannya
melingkar, kakinya melingkar
guling
diputar-putar
matanya
tetap terpejam
guling
membisu
selalu rela
diperlakukan begitu
jika anakku
yang sulung terbangun, ditanya pertama, "gulingku kemana?"
sadar, bahwa
guling telah dia tendang
jatuh dari
ranjang
Sumenep,
20102020
"HARI
SANTRI, KIAI MENGHAMPAR PERMADANI"
Karya Sil Sila Yusuf
Warning!
Dalam rangka
memperingati Hari Santri Nasional
seluruh
santri diharuskan berkumpul melilit tali pada puisi
dengan
sarung dan hitam peci di depan kamar santri
seorang
ustadz dengan ranting bambu di tangan kanannya, meneriaki
santri agar tak terlambat datang ke lapangan
sebab kiai
telah menggelar permadani untuk menyambut pasukan negeri ini
ketika
permadani dihampar
matahari
merambat mata hati
mata air
berjatuhan seperti embun
burung rijal
mondar mandir dalam pikiran
di tengah
lapangan
pengibar
bendera telah siaga
sembilan
orang jumlahnya
kiai melihat
mereka seperti seorang panglima
riang
hatinya mendapati usia tiba pula di medan laga
di kejauhan,
santri berbondong-bondong seperti pasukan perang
yang
dipimpin Sayyidina Umar gagah
Ta'limul
Muta'allim sangunya
lagu Ya Lal
Wathan menggema
mengguncang
Indonesia
putih
seketika bumi kita
kiai
mengepal tangan kanan
di angkat ke
udara
takbir
menyibak pintu langit hingga Tuhan menghadiahi hujan dan
pelangi
membentang antara samudera dan padang sahara
kiai
tersenyum
menyalami
santri sambil menarik tali hingga tiada jeda antara
agama dan
Nusantara
ustadz yang
memegang ranting bambu berteriak
kakinya
dihentak-hentak
kamilah
santri
hamba paling
siaga membela negara
maju tak
gentar
mundur pasang
kuda-kuda
Sumenep,
21102020
"LELAKI
PEMIKAT TUHAN"
Karya Sil Sila Yusuf
sekelompok
jati di tengah hutan menyapa seseorang yang hijau sarungnya
tangan
diulur, daun jati kering dan gugur
seseorang
yang putih pecinya tersenyum
kupu-kupu
beterbangan di antara batang yang lurus ke angkasa
awan kelabu
menghimpun air mata untuk ditumpahkan
lelaki yang
hijau sarungnya berlalu meninggalkan jati yang
terpaku
melihat sayur segar di tangannya terbungkus kain kafan
langkahnya
seperti laskar
gagah bagai
pendekar
lelaki itu
telah putih rambutnya, mengerut kulitnya dan bangunan surga di dadanya
siang itu
dia pergi ke rumah saudara, akan menghimpun manakiban se Madura
aneka
hidangan disajikan
lebih dari
jamuan tahun sebelumnya
tak ada yang
tak istimewa
sebab cinta
keseluruhan jiwa
siang itu,
lelaki berbaju batik dengan hijau sarungnya berdiri di depan podium
hatinya
melukis lillah, wajahnya masih tengadah
tiba-tiba
mata air dari langit berjatuhan mengenai punggungnya
sejuk
berhambur seperti lama tak bertutur
tanah
gersang beraroma hujan
pelangi
muncul perlahan
malu-malu
melihat lelaki yang ternyata kekasihnya
ia melempar
kabar, bahwa hujan akan sering bertandang
dan kafan
yang dibawanya terbang di udara
melepas
cinta menjadi bunga surga
hujan
kembali reda
Sumenep,
10102020
"DI
DEPAN GEDUNG DPR"
Karya Sil Sila Yusuf
Pagi itu
mereka datang bagai kesatria, tidak sedikit jumlahnya.
Ada yang
memegang bendera pergerakan, bendera merah putih,
bendera
ormas, bendera buruh, bendera kemanusiaan, bendera hati
nurani,
ditangan kanannya terangkat di angkasa, dikepal seperti mengeram mantra-mantra.
Pagi itu,
kulihat mereka merapat di depan gedung DPR, berteriak
lantang
menyuarakan hak buruh yang diperkosa dini hari. Tak ada
yang keluar
dari pintu selain sepasukan polisi yang konon mengayomi.
Pagi itu,
dari belakang gerobak kusaksikan sebaris polisi
mengamuk
anak-anak kami. Mereka dipukul dan dilempari. Gas air
mata dan api
menyala. Membakar mobil sebagai pembenaran jika tak
benar ulah
demonstran. Padahal anak-anak kami tak membawa korek api.
Mereka
dibuat umpan untuk memuluskan rencana tuan di gedung yang menakutkan.
Pagi itu,
tak ada harapan. Anak-anak kami tak mendapat jawaban.
Pulang
membawa luka dalam.
Sumenep,
11102020
"SERIBUAN
UNTUK KEMATIAN"
Karya Sil Sila Yusuf
Satu bag
nasi, satu piring nasi, satu mangkok kuah daging sapi,
satu kotak
jajan basah, satu buku tahlilan, satu amplop uang
kertas, satu
ketupat sango,* satu ketupat kuda, satu leppet,**
satu
paes,*** satu gorengan yang terbuat dari parutan singkong,
ubi, kacang
hijau dan ikan teri, satu sarung, satu baju, satu
kerudung,
satu payung, dan satu kesan, selamatan telah usai
Sumenep,
11102020
Note:
*ketupat
sango (madura): ketupat yang bungkusnya terbuat dari anyaman janur berbentuk
diamond
**leppet
(madura): berbahan ketan dan parutan kelapa yang dibungkus dengan lilitan janur
dan direbus
***paes
(madura): ketupat yang dibungkus daun pisang, berbentuk memanjang
"LELAKI
BERSURBAN JERAMI"
Karya Sil
Sila Yusuf
Di gubuk
tua, orang-orang datang membocorkan rahasia
beraneka
macam warna bajunya
lelaki yang
bersurban jerami di antara mereka, memanjangkan tangan,
sekam dalam
dadanya ditumpahkan, meminta ganti lumpur comberan
dan darah
sebagai persembahan
lelaki
bersurban jerami mengangkat dagunya
sedang lawan
bicara memainkan bunga kamboja dan dupa terbakar diantara keduanya
"sandal
dan bekas kakinya" tutur lelaki yang kerutan wajahnya
melengkung
ke arah belantara
lelaki
bersurban jerami mengangguk
tangannya
mengeluarkan lembaran rupiah
sepuluh
kertas warna merah
ajaib dia
seperti seorang pesulap memiliki banyak mantra
lelaki
bersurban jerami meninggalkan gumpalan kabut di gubuk tua
mencari
sandal dan tapak kaki seseorang yang megah rumahnya
tapi nihil
orang kaya
tidak punya jejak di tanah
tidak pula
di sandal jepit yang menghijau lumut kamar mandi mewah
lalu
dicarinya di taman
dia hanya
menemukan sekam
bertambahlah
rimbun di dadanya
dupa semakin
mengepul dari saku bajunya
berlompatan
jadi belati
hendak
dihunus ke dada sendiri
tapi
kemudian, lelaki bersurban jerami tersadar,
didatanginya
gubuk tua
dinyalakan
api di setiap sisi, dan serigala menyaksikannya dengan teliti
ada garam di
pundaknya
mengeram
minta doa-doa
lelaki
bersurban jerami
tubuhnya
jadi sesaji
Sumenep,
14102020
"KUFUR
NIKMAT"
Karya Sil
Sila Yusuf
Di kedai
minuman,
seseorang
menyeruput kopi hangat punya teman yang duduk di sebelahnya
"kopimu
masih hangat" katanya
cangkir dan
lepek beradu bunyi
saling
berbisik jika tuan mengunyah ampas, bekas temannya tadi
kedai kopi
sama dengan warung nasi
ada banyak
gengsi yang tersaji
berupa rasa
dan aneka
terkadang
wadah juga taruhan selera
beda jeda
beda di
lidah
beda di
telinga
kedai kopi,
pelanggannya masih saling selidik
dua orang
berkawan yang saling tidak terima kenyataan
bahwa
kopinya tak lagi hangat dirasa
bahwa
dirinya harus minum sisa teman duduknya
rokok di
tangan mereka mengepul
beradu di
udara
tapi muasal
rubuh begitu saja
tak ada yang
peduli
dan diantara
mereka yang cepat menemui Tuhan adalah asapnya
Sumenep,
3102020
"SEMAR
TANGIS"
Karya Sil
Sila Yusuf
Gerimis
turun, tanah mengepul membawa aroma memasukiku dengan maya
Gerimis
turun, ayam bersahutan melantunkan takbir sebelum
kemudian
meminta makan
Gerimis
turun, daun-daun bersorak, seperti seseorang menemukan harta karun
Gerimis
turun, asap mengepul seperti sekumpulan kabut merasuk dalam diriku
Mata menjadi
perih seketika
Gelisah
tiba-tiba memelukku dengan paling rendahnya hampa
Ada yang
menetes seperti gerimis
Ada yang
memaki dan mengumpat penuh benci
Di sini, di
dalam dada yang tak mampu menampung nestapa
Air itu
mengalir menjadi hujan lebat
Seluruh
tubuhku termakan siasat
Mulut
terkunci sangat rapat
Tak ada
siapa-siapa selain kegelapan dan luka
Dalam hati
aku meronta
Ingin
memaki, tapi bagaimana
Mulutku
seperti kerang bertemu orang
Tubuhku
kejang bagai dirajam
Ingin
kutulis marahku, tapi tangan mengunci uratku
Duhai, siapa
yang bisa membantuku melepaskan tali serupa besi
Siapa bisa
merenggangkan bibirku, agar amarah berlucutan tanpa menunggu waktu
Aku benci
kegelapan
Aku benci
salju dalam batu
Aku benci
siapapun yang mengendalikan sukmaku
Aku benci
dirimu yang sembunyi di wajah ibuku
Sumenep,
5102020
"MERAMU
MIMPI BERSAMA MATAHARI"
Karya Sil
Sila Yusuf
Matahari di
pelipisnya menguning
Bergeser
perlahan menyatu di bola mata menjadi berlian
Debu enggan
hinggap
Angin tebar
pesona
Aku di
antara mereka seperti tas di atas meja
Diabaikan
ketika rindu bercerita
tentang
matahari dan senja
Ada tukar
pandang antara dinding dan hiasan bunga
Saling
merangkul
Cicak
merayap begitu saja
Nyamuk
berkelebat di matanya
Serangga
mendelik
Sayap nyamuk
berjatuhan di lantai
Tidak
cidera, tapi ia tidak punya nama tanpanya
Matahari
berubah renda
Awan-awan
mutiara lautan
Aku tanah
tanpa tanaman
Merindu
rembulan dan embun di dahan dahan
Tapi kemarau
membuat pagiku seperti peta
Basah
sebagian saja
Debu-debu
menepi
Aku dan dia
nyala api
Meramu panas
menjadi sugesti
Sumenep,
7102020
"BINTANG
DI LANGIT PALESTINA"
Karya Sil
Sila Yusuf
seperti pada
suatu malam
satu tusukan
di dadaku menghentikan kegelapan
bintang
bertabur
bulan
mengerut keningnya
langkahku
terhenti
tapi Tuhan
mengirim seribu infantri untuk menyurutkan dendam
ideologi
kepada negeri ini
seperti pada
suatu malam
kepala di
depan mataku terpenggal
kaki dan
tangan di satukan
diseret di
jalan belukar
bola mata
berloncatan ke tanah
tempat Tuhan
memberi amanah
negeriku
dipertaruhkan dengan pertumpahan darah
seperti pada
suatu malam
seorang ibu
kehilangan anaknya
anak mencari
di mana bapaknya
bapak
kehilangan seluruh keluarganya
dan dirinya
terpanggang di atas senapan
seperti pada
suatu malam
mulut
dibungkam
mata dicukil
kaki
ditumpas
jeritan
kemanusiaan membelah bulan dan bintang kembali menyaksikan
seperti
kucing dia melahirkan banyak persaksian
bertahan dan
kelak kita jua pemenangnya
Sumenep,
8102020
"PRESIDEN,
AKU RINDU"
Karya Sil
Sila Yusuf
Sebatas
kenang, saat suaraku dibutuhkan, kau sambangi aku, jika
perlu kau
sertakan nominal berapapun jumlahnya
Sekarang aku
datang kepadamu dengan segala rindu atas janji
manismu
dahulu, kau malah sembunyi di istana yang megahnya
punyaku
Aku ingin
bertanya, sebab apa kau beri aku umpan berupa polisi
dengan gas
air mata, berupa kawat yang menyayat di dalam jiwa
Aku ingin
bertanya, bukankah ketika kau butuh, aku selalu ada,
lalu
sekarang kemana
Hatiku
sedang terbakar
Padamkanlah,
jangan lempar aku dengan kayu bakar
Jiwaku
sedang remuk redam
Obatilah,
jangan hunuskan pedang
Sekali lagi
kepadamu, wakilku
Sambutlah
rinduku walau sekedar bertemu tanpa menjamu
Sumenep,
9102020
"MATAHARI
DI ATAS PERIGI"
Karya Sil
Sila Yusuf
Benang merah
di udara terbang mengenai tulang punggungku
membangunkan
yang menggumpal seperti taal tua dan kolang kaling
yang larut
gula aren
benang itu
membesar membuntuk bulan
burung
terapung
kelopak
bunga menggelembung
matahari
kekal di dalamnya
tanpa musim
jagung
menjadi bulir keringat
lunak-lunak
hasrat
memanen
setiap saat
Sumenep,
2102020
"MEMBURU
DAUN BERLOGO"
Karya Sil
Sila Yusuf
Telah lama
diceritakan, Qarun yang dilambangkan harta kekayaan,
pemburu daun
yang hijau di pegunungan. Dahulu kala masanya.
Kau tahu,
kini tak jauh beda. Qarun diburu serupa rumput daun bergoyang.
Disabit,
diarit di ladang menghijau. Entah punya siapa.
Yang penting
gembala dalam perutnya penuh mangsa.
Tak pernah
rasa berkecukupan. Daun di seberang sawah orang, turut merasakan tebangan.
Banjir ceritanya buah khayalan. Karena nyatanya buah dari kenyataan, bahwa
serakah selalu memakan korban.
Carilah, di
segala sudut dunia, orang-orang bertukar kota. Yang Madura ke Cina. Medan ke
Thailand. Malaysia ke Australia. Indonesia ke Saudi Arabia. Orang Arab ke
Madura. Thailand ke Cina. Cina ke Indonesia. Siapa hendak menghalangi.
Orang-orang seperti singa kelaparan.
Memburu daun
dengan nominal paling memabukkan. Buta tempat, waktu dan realita. Sebab
nyatanya, menghamba utamanya di atas segalanya.
Sumenep,
30092020
"GOL"
Karya Sil
Sila Yusuf
Hei, yang berdiri di depan gawang, menyingkirlah, jangan menghadang!
Telah
puluhan tahun kugiring bola yang bundar tubuhnya dari ruang-ruang pengap dan
gelap. Sekarang tinggal kamu batas waktu yang kutunggu. Sekali lagi menyingkirlah,sebelum bolaku
mengenai sarafmu.
Sebelum
kakiku selimpungkan kakimu dan kaki kita, terikat simalakama.
"Tendanglah, agar kau tahu, bilamana bolamu sampai batas waktu!"
Teriakmu, masih di depan gawang.
Aku melaju
membawa cita-citaku. Kugiring sebelum
kemudian ketendang tinggi melompatimu. Dan bola menembus gawang dengan sempurna. wasit ternganga. Nyamuk memasuki guanya sambal bersorak,
Gol
Gol
Gol
Sumenep, 29092020
"MEMBACA
DI ATAS AWAN"
Karya Sil
Sila Yusuf
Gubuk kecil
tempatku mengarungi kegelapan dan mimpi-mimpi adalah yang pertama kulihat dari
ventilasi. Awan menari-nari. Bergulung-gulung isi hati.
Di sini,
tiada kehidupan, selain sepi dan kenyataan.
Di atas
awan, kulihat Mahatma Gandhi menyapu India. Rambutnya berlucutan menjadi kitab
anti kekerasan. Di Serbia, Nikola Tesla
merangkai aliran listrik sampai terang penjuru dunia. Dengan cintanya, yang
terlampau di akal orang, menyatu melahirkan cinta yang lain.
Seorang
penyandang autis yang sukanya menghimpun serangga, kerang, dan cacing tanah,
menjadi Bapak Evolusi, Charles Darwin namanya yang terpatri di memoriIbnu Sina
di Persia, dengan kata dan kacamata ditulisnya resep cinta, obat luka dan lara
hingga kesohor namanya, Avicenna.
Setelah
Persia, awan di pantatku meronta-ronta, menggiringku kembali ke India. Himalaya
ketinggiannya. Sungai Gangga aliran keabsurdan cinta.
Lalu
Indonesia, selendang sutra antara mistis dan maya, Ratu Kidul Pantai Selatan,
menarik baju merah, dengan infantri yang terdiri dari para jin.
Persinggahanku
yang tarakhir, festival salju di musim dingin, di Sapporo, Asahikawa, Yokote
Kamakura, Tokamachi, dan pojokan rindu yang membuatku beku bersama malam tanpa bulan. Sakura berguguran. Dan
bintang sembunyikan awan.
Sumenep,
28092020
"KATA
DAN JEDA YANG TERPUTUS DI KOTA"
Karya Sil Sila Yusuf
pada badai,
sampan mendekati malam
malam
melempar bulan
bulan pecah
mendua
masing-masing
jadi cerita
lalu apa
yang tersisa antara kita?
Sumenep,
28092020
"BUTA"
Karya Sil Sila Yusuf
Malam di
kakiku menua. Di tanganku mendua. Di kepalaku tanpa bicara.
Ia mencari
piring yang bening. Gelas yang bening. Sendok gemerincing. Bila diketuk,
bunyinya nyaring.
Malam di
kakiku menua. Di perutku menjadi singa. Di mataku tanpa bola.
Ia tongkat
tirakat. Semakin lama membuatku terikat. Berharap tanpa sekat.
Antara Tuhan
dan malamku nun sekarat.
Sumenep,
27092020
"PAHIT
YANG CANDU"
Karya Sil Sila Yusuf
Jamu. Pahit
adalah kesan pertama yang sering terlintas. Tapi jamuanmu setiap pagi dan malam
hari, pahitnya kunikmati. Sebab ayumu menggulai. Menjadi candu, inginkan lagi
dan berkali kali.
Semula aku
enggan merasai, tapi Negeri Serambi menyuguhkan Arabica Gayo untuk mengawali. Kuseruput
di pagi hari, sambil mencumbuimu yang asik mencubit-cubit gulali.
Esoknya di
malam hari, Robusta menggauli lidahku dan membawanya ke sawah lunta, tempat
cerutu tebar aroma. Pekat dan pahitnya adalah kenakalanmu yang manja. Kuhirup
hingga udara menyamun para pujangga, sedang engkau berlari mencari Liberika
untuk membuatku semakin gila.
Pahitnya
manismu. Manismu padanya. Rindu dan candu. Susuk dalam cintaku.
Sumenep,
29092020
"KAMPUNG
TA', DESA LAM"
Karya Sil Sila Yusuf
Kampung ta'.
Balai balai
di emperan adalah kantor urusan pengangguran. Warung satu-satu kampung tempat
bertemunya kelompok yang tak ada kerjanya.
Bantu tetangga,
suka rela.
Di kampung
Ta', hanya seseorang pemilik mobil pick up.
Di kampung
Ta', Maulid Nabi setiap rumah menggelar barzenji.
Di kampung
Ta', perempuan perempuan berlapang dada.
Melayani
suami tanpa kerja. Asap tetap mengepul. Lauk, sayur, nasi bukkul.
Anak-anak
sekolah sangunya dua ribu rupiah.
Bila mujur,
masih masuk tabungan sekolah.
Salam, sapa,
santun, kepada guru dan orang tua di rumah.
Kampung Ta',
tanahnya selalu basah.
Setiap
minggu tiga kali istighatsah.
Meski jarang
orang ke sawah, hijau asri penuh marwah.
Lalu lihat,
desa Lam.
Fajar
muncul, ibu ke dapur. Pukul enam berangkat menyangkul.
Arit,
tangguk, mobil di bakul. Harapan esok, moga terkabul.
Desa Lam.
Tanahnya kering butuh siraman. Kerja daerah hingga perkotaan.
Desa Lam.
Tanamannya angkuh, spion harus selalu utuh.
Desa
Lam, ulur tangan sangat perhitungan.
Bangun rumah, wajib bayaran.
Bajak sawah
bisa pongkoran.
Kampung Ta',
desa Lam. Beda rumah, beda halaman.
Sumenep,
25092020
"ULAT
BULU DI KEBUN SEKOLAH"
Karya Sil
Sila Yusuf
Di pintu
gerbang sekolah, angin menyalamiku sambil bercerita
tentang
tanaman yang hampir punah.
Dikatanya,
sekolah memiliki kebun berpetak-petak sesuai jenis dan kejuruan.
Setiap hari
disirami, sesekali dipupuk dan dicabut rumput-rumput.
Akhir-akhir
ini, tanamannya dimakan ulat dengan bulu seperti benalu. Setiap hari bertambah
jumlahnya. Padahal tukang kebun tidak pernah lalai laksanakan tugas.
"Tidak
biasanya kemarau disambang ulat-ulat"
Angin
membuang napas di udara. Merasakan panasnya semprotan basmi hama, lebih dahsyat
dari api dalam baja.
Dia
melangkah perlahan. Menunjukkanku lahan perkebunan.
Aku
mengedarkan pandangan. Tubuh kering anak sekolah memenuhi tanah basah.
Seperti
diceritakan, daunnya hampir musnah dimakan ulat bulu warna abu benalu.
Sebagian
menangis tidak rela. Sebagian menyerah dan pasrah begitu saja.
Sebab
sekolahku; anak-anak tanpa mutu.
Sumenep,
23-24092020
"HATI
MAMAK, JANGAN DITANYA-TANYA"
Karya Sil
Sila Yusuf
Jangan tanya
Mamak kita
tentang
genting bocor dan pecah kaca
Jangan tanya
Mamak kita
tentang
tungku penuh debu tanpa kayu dan sisa pembakaran
Jangan tanya
Mamak kita
tentang
pensil yang patah jadi dua
Jangan tanya
Mamak kita
tentang
sepatu yang lubang telapaknya
Jangan tanya
Mamak kita
bila alat
sekolah tidak lagi tersedia dan rumah kita tinggal nama
Jangan tanya
berapa Mamak buat angka
di ayunan
di balai
balai
di pintu
di ruang
tunggu
di setiap
waktu
Tapi,
tanyalah hati kita, yang berlubang sering dusta
Tanyalah
jiwa kita
yang selalu
pergi berkelana dan lupa Mamak punya siapa
Sekarang
jangan tanya-tanya
karena Mamak
merelakan seluruh organnya
untuk pesta
kita besok lusa di taman kota
Sumenep,
23092020
"SURGA
YANG DIDAMBA"
Karya Sil
Sila Yusuf
Ada yang
lain dalam diriku. Kakiku.
Kakiku tanpa
jari jempol dan telunjuk. Tak kusalahkan ibu,
mungkin lupa
menyimpannya di jari tanganku yang ganda.
Bercabang
seperti ranting pala.
Suatu hari
temanku yang pirang rambutnya, bertanya.
"Ada
apa dengan jari tangan dan kakimu? Apakah itu hukuman karena
ibumu tidak
hadir di saat pembagian jari?"
Aku diam.
Kunang-kunang berkelebat di mataku. Membentuk huruf
yang
menunduk kepalanya sejajar bahu. Wawu. Yang bertanya
menganga
seperti huruf Ha'. Aku membisu. Kelak anakku akan tahu
dan bertanya
seperti Li menanyakannya kepadaku.
Seketika
otak menemui logika. Mencari jawab di buku para tetua.
Kakiku ada
di sana. Jarinya dibuat kunci surga.
Aku
merenung. Menerima kemudian.
Kubalut
kakiku dengan kaos kaki yang berjari, dan mengisinya randu tanpa biji.
Sempurna. Anakku
pasti lupa bertanya. Karena jariku dilihatnya sama dengan jarinya.
Lalu
tanganku.
Kuambil
kalkulator di toko. Kutulis angka enam. Kukurangi satu.
Hasilnya
sama dengan tangan normal lainnya.
Aku
tersenyum sendiri. Jariku tak kelebihan porsi.
Sumenep,
22092020
"JANDA"
Karya Sil Sila Yusuf
Aku tahu
cara menyeberangi lautan tanpa harus berbasah-basahan
Aku tahu
cara menghadapi badai tanpa harus menghalangi angin kencang
Aku tahu
cara menenggelamkanmu seperti seorang perawan
Aku juga
tahu cara memberi makan ikan-ikan tanpa harus menahan lapar
Aku tahu
cara mengindahkan gelombang tanpa bantuan buih dan lukisan
Aku tahu
cara menampung puisi berbagai genre dan turunan
Tapi aku
lupa, bagaimana membuang jeda antara lautan dan samudera
Semua mata
melihatku seperti kupu-kupu
Padahal
hanya sayap dan warna yang membuat sama
lalu mereka
menelanjanginya begitu saja
tanpa
bertanya ada apa di dalam sayapku yang terbang menirukan kupu-kupu
lepas dengan
indah, landas dengan pongah
Setiap malam
adalah kuburan dan rumah angker di tengah hutan sendirian
seperti
dalam cerita horor, aku terbang setelah aungan serigala memberi tanda
mencari
mangsa yang lugu dan tertarik pada hantu
setidaknya
dengan ruang kosong yang diam di kotanya
aku datang
dan pergi tiba-tiba. Mencari ramaiku di dalam sana.
Dalam diriku
ada seseorang yang menunggu
memberi
kekuatan seperti kanuragan. Bekal aku bertahan.
Sumenep,
20092020
"ENGKAU
DALAM DIRIKU"
Karya Sil Sila Yusuf
Detak dadaku
adalah tentangmu mengais rindu
Pada sebuah
perjamuan cinta aku datang mencarimu di halaman belakang
Tapi nihil
Langit
kutanya
Di ceruk
bulan katanya
Ku
singkirkan pintunya, kudekap ia, masih tak kurasa adamu di sana
Kemudian
Kugali diriku sendiri
Kususuti
darah dan hati
Engkau
rupanya menjadi misteri
Tersimpan
dalam sanubari
Sumenep,
18092020
#Masih otw
"IKAN
YANG DATANG DALAM MIMPI"
Karya Sil Sila Yusuf
Aku bermimpi
tentang ikan yang mati di kamar mandi
Perutnya
balon udara
Tubuhnya hamil
tua
Pucat tanpa
rasa
Ikan itu
mengapung
Matanya
melotot kehilangan seluruh otot
Ekor kaku
Sisik
mengelupas satu satu
Dan yang
tersisa adalah rindu
Sumenep,
18092020
"PUJANGGA
TANPA CINTA"
Karya Sil Sila Yusuf
Sungai yang
kering tubuhnya
adalah aku
tanpa cinta
batu dalam
diriku tampak di permukaan seperti seseorang yang lapar
tak ada air
mengalir
embun
sesekali memberi jarak antara aku dan fajar
yang lampau
di hulu sungai
banyak benda
bertebaran dalam jiwaku
daun kering,
sampah plastik, popok penuh berak dan kencing, sayur busuk, ikan ikan kering
dan anyir
semua dalam
diriku
entah siapa
membuatku tanpa rupa
sampai cinta
enggan memberi makna
padahal pada
suatu kali aku diajar
merasakan
getar yang seperti aliran listrik
membuatku
kejang
tumbang
kemudian
menjijikkan
seumpama
comberan
tubuhku
sungai kekeringan
tubuhku
busuk dedaunan
tubuhku
angin musim kemarau
haus aku
kasih sayang
Sumenep,
19092020
"PERAMU
REMPAH"
Karya Sil Sila Yusuf
Kerudung
dihempas mengenai pundak
celemek
dipasang
pergelangan
baju dilipat mendekati bahu
di mata
beningnya, beberapa menu tergambar makan malamku
dipotongnya
tiga siung bawang putih
bawang merah
lima buah masih menunggu antrian
satu pisau
untuk segala jamuan
ada buliran
mengucur dari matanya
disapunya dengan
punggung tangan
sembari
menyumpahi bawang merah yang dengan sengaja membuatnya marah
lengkuas
tertawa
dikatanya
"aku akan menyerang hidungmu hingga mengeluarkan lahar
yang kau
sembunyikan dari wajan"
kunyit yang
masih melekat kulitnya ikut mengumpat
"aku
akan mewarnaimu dengan liurku"
mereka tidak
tahu, ada lemon yang kan menghapus segala jejak di dapur peramu
dia mengupas
dia cincang
dia tumbuk
pada
gilirannya, semua tunduk
bawang
merah, bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit tak ada
mereka
menyatu dalam racikan malam yang disajikannya kepadaku
acar
itulah
namanya
rembulan
menghadiahi kejora
disajikannya
dalam makan bersama
ada serbuk
fajar di antaranya
menjadi menu
paling menggugah selera
dia
tersenyum
kunang-kunang
mengerubung
Sumenep,
16092020
"DARI
TECTONA KE BUKIT CINTA"
Karya Sil Sila Yusuf
Surat cinta
terbang bagai layang layang meninggalkan penjara
terbang
tinggi menggapai udara
bersiul-siul
mencari mangsa
Ya, di sana
di taman
Tectona
kita pernah
duduk berdua
saling
berhutang rindu berjuta-juta
sampai kini
aku belum bisa membayarnya
katamu
"cicil saja"
kuiyakan
meski
sebenarnya ingin kubayar kontan
agar
mendekapmu penuh ganjaran
surat itu
kini tiba di depan rumahmu
tapi aku
tidak berani memasukinya
surat tanpa
kurir
padanya
sakral terukir
Kuberanikan
memanggilmu di balik pagar
kau pun
keluar membawa nampan lamaran
surat di
tanganku kau selipkan di sana
Akhirnya aku
kembali merasa
ketika kau
tagih rindu satu juta
kubayar
dengan senyum dan bening mata
Duhai,
engkau tertawa
putik bunga
berhambur menjadi nuansa
kita terbawa
dalam lipatan kelopaknya
rindu
menyatu kembali di Bukit Cinta
dan yang
terhutang adalah status kita
Sumenep,
15092020
"NYI
SAMI"
Karya Sil Sila Yusuf
Rumahmu
kau tanami
lembayung, singkong, jagung dan tomat
darinya kau
makan dan menyesap rasa pahit yang sangat
Roboh
rumahmu kau punguti puing-puingnya
rintihan
kesunyian terdengar hingga petang memecut luka nun jauh
keberadaannya
kau kemasi
batu
genting
kau tabur di
halaman
menjadi api
dan kau
terbakar di sana
di antara
lembayung dan pohon singkong
yang kau
tanam paksa
Rumahmu
menyala
seperti
siang kehilangan senja
engkau
terapung di dalamnya
tanpa raga
tanpa daya
pohon tomat
menyaksikan dari sisi jendela yang pecah kacanya
Pohon kelapa
di sebelah timur rumahmu melempar buahnya
tak terima
jika kau mati tanpa raga
sedang
darahmu mengalir di lintas samudera
tanpa rasa
tanpa cinta
hanya nafsu
kepunyaannya
Nyi Sami,
tak mengapa
tempatmu memenjarakan rindu terbakar karena tangis
yang sekian
lamanya kau rebus di tungku tak berkayu
asal cinta
di dadamu tak menjadikan raga dengan luka nganga
selamanya
lumpuh
dengan kebutaan
sunyi sebab
karma
dan mati
tanpa nama...
Sumenep,
14092020
"AKU
TIDAK KAN LUPA"
Karya Sil Sila Yusuf
Aku tidak
kan lupa
tulang
tulangku kau bawa pulang bersama
setelah
ritual penggal nyawa
di bawah
tiang kepentingan
kau pisahkan
nadiku dari detaknya
darahku kau
buat pemandian
dengan dupa
dan kembang tujuh rupa
Aku tidak
kan lupa
kakiku kau
tebang paksa
kau bawa
lari ke muara
menemui
senja sebelum tutup peraduannya
dan sunyi
menjadi dawai dalam dada
hanya aungan
serigala
yang
terdengar pilu di telinga
mainanmu di
resleting celana
Aku tidak
kan lupa
tempat
pembuangan sebagian besar diriku
adalah lahan
pembakaran sampah
kau biarkan
ide ideku membusuk hingga belatung tak lagi kasihan
memakannya
berkerumun
saling
memuaskan selera
dan karangan
bunga
kau
hadiahkan
pura-pura
agar kenyang
menyaksikanku berjauhan dengan jiwa
Aku tidak
kan lupa
tangisan dan
permohonan jadi nada
diabaikan
selepas memberi tanda
dan dengan
tanganku kau buat penemuan-penemuan
kamuflase
tapi kau
terbuai saja
Aku tidak
kan lupa...
Sumenep,
14092020
***
Demikian puisi karya Sil Sila Yusuf yang dikirim oleh penulis untuk dimuat dalam web ini.
(Catatan Penutup)
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...
Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi
Post a Comment