Sekolah Baru Bagian 2 Cerbung Kutitip Rindu Untuk Ayah Karya Nova Elvira
BAGIAN 2 "SEKOLAH BARU"
#Halaman 5
Entah kenapa
semenjak pergi dari kampung aku jadi sangat jarang berbicara. Bahkan jiwa periangku
menjadi senyap, waktu di kampung aku orang yang selalu meramaikan suasana. Di
rumah maupun di sekolah bersama teman-teman. Saat mobil melaju tiba-tiba saja
lamunanku kembali teringat akan teman-temanku yang di kampung. Semua
kegembiraanku bersama mereka, apa lagi bila jam pelajaran tanpa guru. Aku lah
orang yang paling bersuara membuat kegaduhan bernyanyi, bergendang dengan apa
saja yang ada. Aku orang yang sangat senang menyanyikan semua lagu-lagu new
boyz, grub penyanyi dari Malaysia yang saat itu sangat menduniai para remaja
sepertiku. Bahkan aku sangat hafal lagu-lagunya. Di dalam perjalanan itu tiada
keresahan terbesit di benakku oleh kenanganku dengan teman-teman di kampung.
Tapi lamunan itu harus terhenti seiring berhentinya suara mobil. Dan ternyata
kami sudah sampai pada tujuan, akupun segera turun.
Di sini
jantungku baru mulai berdetak kencang, fikiranku berkecamuk apa lagi saudaranya
ibuku tidak ikut mengantar untuk bertemu dengan guru baru serta teman-teman
yang akan menjadi teman baruku. Tapi dengan perlahan ku hela nafas panjang dan
berdoa untuk langkah pertamaku, ya Allah berilah aku kekuatan dan keyakinan
bahwa aku pasti mampu melewati hari-hari bersama mereka disini. Lalu dengan
penuh keyakinan aku mengayunkan langkah menuju ruang guru. Dan kebetulan di
ruangan itu hanya ada seorang guru karena para guru lainnya sudah masuk kelas
untuk mengajar. Pas sampai di depan pintu ruang guru dengan senyum yang di
sertai salam aku mendekatinya dan memperkenalkan diriku padanya.
Bu,maaf saya
datang terlambat dan saya murid pindahan dari padang yang di daftarkan oleh
saudara saya Darlis beberapa hari yang lalu. Sembari saya menyodorkan tangan
untuk menyalaminya, dengan senyum ia menjabat tanganku dan berucap
"selamat datang dan selamat bergabung dengan kami di sini di SMP Ali Haji
Bintan". Sambutan yang hangat dari bu guru itu membuatku merasa nyaman.
Namun bu guru nampak agak bingung karena aku datang sendirian tiada di temani
saudaraku. Dan ia pun bertanya kenapa aku sendirian, tidak ditemanin sama saudaku
darlis? Mendengar perkataan bu guru itu aku hanya tersenyum sembari berkata
"Dia sibuk bu, takut telat bekerja makanya saya datang sendiri bu"
jawabku perlahan. Tidak banyak berbincang bu guru Surita pun mengantarku
keruangan kelas tempat ku belajar.
#Halaman 6
Saat sampai
di depan kelas, langkahku terhenti namun ibu surita terus masuk. Sembari
menoleh tersenyum dan sedikit mengangguk sebagai isyarat untukku menunggu
sejenak sebelum aku masuk kedalam kelas. Di situ ia memberi tahu semua murid di
kelas bahwa hari ini ada murid baru yang akan bergabung belajar dengan mereka.
Dari luar aku mendengar suara beberapa murid yang bersorak, "asik, ada
anak baru! cewek, cocok bu?" sambung salah satu murid lainnya. Dari luar
suara-suara itu membuat ruangan terdengar begitu hangat.Tidak lama kemudian bu
surita keluar dan memintaku masuk agar dapat mulai memperkenalkan diri pada
semua teman di kelas. Akupun segera masuk sembari berucap salam. Ibu surita pun
mendampingiku berdiri sambil aku memperkenalkan diri.
Di ruangan
ini..
Kumulai
sebuah langkah yang mungkin lama dan panjang..
Di ruangan
ini kumenatap beribu senyum akan kulewati..
Di ruangan
ini akan kugoresi kenangan bersama mereka..
Kenangan
yang mungkin tak terlupakan
Kenangan
yang akan menjadi sejarah hidupku..
Di ruangan
ini akan kukupas segala materi dunia bersama mereka..
Di ruangan
ini akan kunikmati hari dengan tawa canda dari mereka..
Ada
wajah-wajah yang berbeda, bahasa yang juga berbeda...
Rasa gundah
di dada seakan hilang oleh sambutan senyum hangat dari mereka. Terlihat dari
tatapan mereka bahwa mereka sangat gembira dengan kedatanganku. Tidak lama
setelah aku memperkenalkan diri salah satu dari mereka maju kedepan dan
mengucakan selamat datang serta selamat bergabung belajar di kelas itu. Sembari
ia menyodorkan tangan sebagai tanda salam dari semua. Dia adalah ketua kelas di
ruangan ini, namanya restiani kerap di panggil ani. Beberaa menit berlalu dalam
perkenalan dan jam pelajaran pun sudah masuk. Aku dan mereka mulai belajar
bersama. Aku duduk di urutan ke dua sebelah kiri ruangan, di ruangan ini tidak
begitu banyak muridnya sehingga ketika belajar terasa begitu hening. Hanya
ketika sesi tanya jawab baru terdengar suara yang amat jelas.
Di hari
pertama ini berjalan dengan baik proses belajar mengajar yang kujalani. Dan di
jam istirahat pun restiani yang kerap di panggil ani sebagai ketua kelas
memperkenalkanku pada lingkungan sekolah serta memaparkan pelajaran apa saja
yang di pelajari disini. Jujur banyak pelajaran yang sangat asing bagiku seperti
bahasa inggris, komputer, bahari dan yang yang lainnya. Di sini aku kembali
merasa khawatir dengan mata pelajaran yang amat baru kukenali namun ani dan
teman lainnya bersedia membantuku dalam mempelajari pelajaran-pelajaran
tersebut nantinya. Berkat keramahan mereka semua keresahanku kembali hilang.
Aku melihat wajah-wajah yang tulus dari mereka walau kami jelas sangat berbeda.
Aku yang masih sukar dengan berbahasa Indonesia, terkadang terbawa bahasa
daerahku dan mereka dapat memakluminya. Hari demi hari kujalani di sekolah
semakin terasa nyaman.
Dua minggu
berlalu kujalani tanpa ada ibu di sampingku dan aku mulai terbiasa tanpa
mereka. Tapi dua minggu setelah itu saudaraku di pindah tugaskan oleh atasannya
sebagai kepala kepolilsian daerah pulau Natuna. Hidupku mulai diterpa oleh
banyak persoalan terutama dirumah. Pas jam 4 subuh seseorang menggedor-gedor
pintu kamarku, dari luar terdengar suara yang agak keras. Dengan mata yang
masih begitu berat aku terbangun dan membuka pintu kamarku. Terlihat pekakas
kebersihan dan juga mbak tatik yang berdiri di depan kamarku. Sontak aku
bingung, ada apa? Tanyaku. Lu ya, di sini bukan buat tidur-tiduran aja, tuh
bersihin seluruh ruangan sekarang! cetusnya yang kasar padaku. Aku merasa
bingung kemarin-kemarin aku tidak pernah di suruh seperti ini? Jika pun aku
bersih-bersih kemarin atas kerelaanku, kewajibanku. Pertanyaan-pertanyaan itu
mengisi ruang dadaku dengan mata yang masih mengantuk. Lalu aku mencuci muka
agar sedikit segar dan segera membersihkan ruangan.
Dengan mata
yang masih mengantuk, kuselasaikan tugas itu. Dan tidak terasa azan subuh pun
datang, seluruh ruangan sudah selesai ku bersihkan. Rumah yang tidak terlalu
besar, tidak butuh waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Setelah itu aku
lansung bergegas bersih-bersih diri agar bisa segera menunaikan sholat subuh di
kamar namun di saat sholat aku kembali di kagetkan oleh suara seseorang yang
sudah hafal itu. Ia kembali menggedor-gedor pintu kamarku tapi kali ini
suaranya agak pelan karena semua sudah pada bangun.
Sedikit agak lama aku membuka pintu karena sedang sholat subuh, usai salam lalu aku membuka pintu. Ada apa mbak? tanyaku. Bantu tuh siapin sarapan buat semua. Jawabnya cetus padaku. Lalu ia turun ke bawah sembari ngoceh-ngoceh tapi pelan. Di pagi yang sejuk ini hatiku bagai di sebat sebilah rotan yang perih oleh sikap asisten rumah tangga saudaraku ini. Tapi kuabaikan sikap kasar dan cetusnya lalu aku pun menyusuri ruang dapur. Terlihat dapur yang masih semrawut belum rapi pagi itu. Aku pun segera membenahinya tapi anehnya ketika aku membenahi dapur dan mulai memasak ia malah mengambil peralatan pembersih ruangan sambil izin pergi ke lantai atas pada iparku. Sontak aku bingung bukankah tadi semua ruangan sudah aku bersihkan, kenapa dia bersihkan lagi tanyaku di dalam hati. Tidak kupedulikan alasannya aku tetap melanjutkan mempersiapkan sarapan pagi.
Setiap
pagi keluarga ini terbiasa sarapan dengan segelas susu, roti dan juga sebutir
telur setengah matang. Kebiasaan mereka memang sangat berbeda denganku, aku
tidak bisa mengikuti caranya. Sebelum berangkat sekolah aku selalu makan nasi
secukupnya, perutku tidak terbiasa dengan roti dan susu. Pernah aku mencoba
mengikuti cara sarapan mereka tapi alhasil tenggorokan dan perutku sangat tidak
bersahabat, jadinya perutku mual dan kepalaku pusing serta terlalu cepat terasa
lapar lagi.
#Halaman 7
Perubahan
yang mulai kurasakan setelah saudara ibuku tidak lagi tinggal bersama kami
membuatku tidak nyaman. Sikap asisten rumah tangga mereka yang kasar dan
menyuruh-nyuruhku semaunya. Padahal semua pekerjaan itu adalah tugasnya.
Semenjak pagi itu membuat aktifitasku terasa melelahkan bahkan tidak jarang aku
ketiduran di kelas, aku sering terlihat pucat di pagi hari. Aku ingin
membicarakan perihal itu pada istrinya saudara ibuku tapi setiap kali aku akan
bicara mbak tatik selalu menyela menyanggah semua yang aku katakan.
Dia orang
yang terlalu pintar cari muka. Aku tidak tahu entah kenapa sikapnya sedemikian
padaku. Seakan-akan ia dengan sengaja membuatku tidak nyaman bersama mereka.
Dan semenjak itu pula aku semakin jarang berbicara dengan siapapun. Aku lebih
memilih diam dari pada ujung-ujungnya selalu aku yang disalahkan. Serta
semenjak itu pula aku tidak memiliki waktu untukku sendiri. Bahkan jika aku
pulang sekolah telat sedikit saja mbak tatik langsung melaporkanku pada
istrinya saudara ibuku lalu ia mengabari suaminya. Suasana ini membuat hatiku
sesak sangat tidak nyaman. Rasa ingin kembali pulang kekampung halaman mulai
menggerogoti fikiranku. Tapi setiap kali aku ingin pulang wajah ibuku yang akan
terluka dan kecewa membayangiku.
Dan aku
tidak ingin beliau terluka karenaku. Jadi aku berusaha untuk tetap bertahan
walau di sekolah pun aku merasa sangat kesulitan dalam membagi waktuku bersama
teman ketika belajar kelompok. Tidak jarang temanku merasa kesal padaku karena
tidak pernah bisa ikut belajar kelompok dengan mereka. Dengan keteguhan hati
kumenjalani har-hari dengan situasi yang semakin hari semakin menikamku dengan
semua pekerjaan rumah yang selalu
menantiku sepulang sekolah. Apa lagi saat ini istrinya saudara ibuku akan
melahirkan anak ketiga.
Dia
mengambil cuti melahirkan jadi dia selalu ada di rumah. Walau demikian aneh,
sikapnya juga tidak nyaman padaku ia lebih mempercayai asisten rumah tangganya
itu ketimbang aku keponakan dari suaminya. Lelah sekali hatiku melewati
hari-hari seperti ini namun ku kembali lagi pada tujuanku, aku ingin mengecam
pendidikan kebih tinggi seperti impian ibuku. Setiap malam sebelum tidur
kulepaskan pada angin malam sembari menatap lautan yang gelap, segala keluh
kesah ku. Setiap kumenatap lautan, desiran ombaknya seakan mengajakku berbicara
dan memberikan keteguhan di jiwaku.
Hari-hariku
semakin sempit setelah istrinya saudara ibuku melahirkan anak ke tiganya.
Sehingga semua pekerjaan rumah aku yang melakukan. Mulai dari bersih-bersih
rumah, cuci piring, menyetrika baju dan yang lebih berat lagi mencuci mobil.
Walau semua sudah kukerjakan entah kenapa di setiap hari itu ada-ada saja
kesalahanku di mata mereka sehingga sering sekali uang sakuku menjadi tawanan.
Terkadang aku merasa hina harus menjadi babu di rumah saudara sendiri tapi
pemikiran itu segera kuhilangkan dengan mendengarkan lagu-lagu faforitku yang
aku beli dari sisa uang saku yang aku miliki. Lagu-lagu new boyz menjadi ladang
bahagiaku di setiap hariku. Walau seberat apapun tugas yang kujalani di rumah
ini, terasa jauh lebih ringan oleh suaranya. Karena suaranya membuatku mudah
untuk ikhlas menjalani semua. Tidak jarang aku bekerja sambil bernyanyi-nyanyi.
Hari ini aktifitasku
di sekolah melebihi jam belajar dari biasanya. Biasanya aku pulang pukul
setengah 2 tapi hari ini pukul 3 sore. Karena ada pembagian jadwal seni yang
akan di tampilkan dalam acara ulang tahun sekolah. Tadinya aku sangat ingin
mengisi salah satu acara tersebut tapi kuurungkan niat itu karena akan banyak
waktu untuk latihan di luar jam sekolah. Saat sampai di rumah tampak wajah mbak
tatik yang bengis melihat ke datangan ku, sambil menggendong bayi yang sudah di
tinggal bekerja di kantor oleh ibunya. Pandangan itu sudah sangat tidak asing
bagiku sehingga aku sudah terbiasa melihat wajahnya yang seram itu. Dengan
menghela nafas sembari berdoa ya Allah berikanku keikhlasan dalam menghadapi
hari-hariku.
Tanpa harus
memperdulikan mbak tatik itu, aku langsung masuk untuk mengganti pakaian dan
istirahat sejenak sebelum mengerjakan tugas rumah yang sudah menanti. Saat itu
mbak tatik mengoceh tak karuan sebab aku pulang terlambat. Di dalam hatiku
terasa amat berat atas semua perlakuannya padaku tapi apa boleh buat tiada yang
mau mendengarku. Di depan mereka semua dia selalu tampak sibuk tapi ketika
mereka tidak ada dia hanya berebahan saja. Apa salahnya ketika bayi tidur ia
mengerjakan tugas rumah sedangkan di malam hari bayi tidak bersamanya ia bisa
tetap tidur dengan nyenyak. Sering aku merasa ingin berontak akan sikapnya
bahkan terkadang ingin melampiaskan kesalku padanya namun itu tiada gunanya
yang ada aku yang akan kena batunya.
Setiap hari
kulalui bagai dikejar tugas yang tak pernah ada habisnya. Mulai dari pukul 4
subuh hingga malam pun sering aku terpaksa bergadang agar semua bisa selesai.
Hanya di sekolah waktu yang kumiliki untuk diriku, belajar dan bersenda gurau
dengan teman-teman. Sering teman-temanku mengajak main kerumahnya dan bahkan
mereka sesekali mengajakku jalan ke mall. Tapi aku tidak pernah bisa mengikuti
ajakan mereka karena waktu yang aku miliki hanya di sekolah. Ada satu kali
ketika kami pulang lebih awal dikarenakan semua guru akan mengikuti rapat.
Disini aku tidak bisa menolak ajakan temanku karena ajakan mereka terlalu
sering kutolak. Tidak kusangka hari itu akan menjadi bencana besar bagiku. Saat
asik bejalan di mall sembari mencari barang-barang yang di butuhkan
temen-teman. Rupanya mbak tatik juga berada di mall yang sama, ia melihatku dan
mengadukanku kepada istrinya saudara ibuku. Saat pulang dari mall itu, ia lebih
dulu sampai di rumah dan kudapati istrinya saudara ibuku juga sedang di rumah.
Ia sedang libur bertugas jadi ia bisa pulang kerumah.
Terlihat dari teras mbak tatik sedang menceritakan tentangku yang ia temui di mall bersama teman-temanku. Wajah yang amat tidak menyenangkan terlihat pada istrinya saudara ibuku. Kulitnya yang hitam gelap serta mata yang merah karena amarah yang timbul setelah pengaduan mbak tatik begitu tertuju tajam padaku. Saat aku masuk ke rumah belum selesai salamku, terdengar suara lantang dari dalam. Oh.. begini ya kelakuan kau disini!! Bukannya sekolah yang benar, mau jadi apa kau!! membolos aja kerja kau!! mau jadi berandalan kau!! perkataan yang kasar bertubi-tubi menderaku. Tanpa memberiku kesempatan berbicara, memberikan alasan. Setelah ia selesai menceramahiku dengan kata-kata kasarnya lalu aku masuk kekamar. Disini hatiku terasa di cabik-cabik didera perkataan yang seperti itu. Air mataku pun tak berhenti mengalir, di dalam hatiku berkata "kenapa mereka terlalu kasar padaku? Apa salahku.
Ibu..aku sungguh tidak
sanggup jika setiap hari harus begini". Sepanjang hari ini air mataku
tidak bisa berhenti jatuhbu, gumamku di balkon menatap pantai yang berdebur.
Dan bahkan sebutir nasi pun disini tidak sanggupku telan, di sini tapi demimu
ibu aku akan berusaha kuat bu, gumamku yang tak henti, yang ingin bercerita
pada ibu. Hari ini hingga subuh datang aku hanya berdiam diri di kamar,
berharap esok hari dapat kulewati lagi dengan ikhlas. Dan Alhamdulilah seperti
biasanya pukul 4 subuh aku terbangun, segar kembali walau perutku terasa
kosong. Aku kembali mengerjakan tugasku seperti biasanya, bersih-bersih dan
menyiapkan sarapan pagi untuk semua. Tapi pagi ini aku sarapan lebih awal dari
pada mereka dan pergi ke sekolah pun lebih awal...
#Halaman 8
Pagi ini
awal pertama kumulai pergi kesekolah tanpa naik angkutan umum. Aku memilih
berjalan kaki walaupun jarak dari rumah kesekolah lumayan jauh. Tapi bagiku itu
bukanlah soalan karena di kampung aku sudah terbiasa berjalan kaki, apalagi di
hari libur aku rutin maraton. Walau aku seorang perempuan aku sangat menyukai
olah raga lari dan volly. Sesampainya di sekolah kufikir sudah terlambat karena
sekolah sudah tampak sepi. Tapi ternyata sekolah sepi karena memang belum
banyak yang datang. Sesampai di kelas aku istirahat dan saat itu terlintas di
dalam ingatanku tentang tujuanku datang ke kota ini. Dulu ketika mereka datang
memintaku untuk ikut dengan mereka ia akan menyekolahkanku dan memasukkanku ke
sekolah atlit voly dan lari. Dengan manisnya mereka merayuku dan ibuku. Bukan
itu saja dulu mereka juga berjanji akan mengajakku ke malaysia jalan-jalan. Apa
tidak tergugah hatiku mendengarkan nama negara Malaysia. Karena itu negara
dimana bang tomok tinggal.
Jika jalan-jalan ke Malaysia pasti ada kemungkinan aku bisa bertemu dengan penyanyi idolaku. Itulah yang ada di dalam fikiranku waktu itu. Tapi kini setelah aku tinggal bersama mereka semua bujuk rayunya itu bagai tak pernah terucap. Ah.... orang kalau keinginannya sudah dapat lupa dengan segala janjinya, kataku dalam hati sembari merebahkan badan di kursi. Tak lama kemudian teman-teman pun berdatangan. Mereka heran melihatku yang di pagi hari sudah bercucuran keringat dan tampak letih. Resti dan sari menatapku kebingungan, lalu mereka bertanya. Novi kamu kenapa datang pagi sekali dan tampak letih?
Aku menghela nafas
sembari mengangkat tubuh dari sandaran kursi. Tak apa, aku hanya ingin berolah
raga saja, jawabku sembari tersenyum pada mereka. Namun sikapku yang kelelahan
membuat mereka terus mencoba mendesakku agar aku mau berterus terang pada
mereka. Tapi aku tetap saja pada pendirianku. Tak lama kemudian bel masuk pun
berbunyi kami pun bergegas mempersiapkan pelajaran pagi itu.
Di saat jam pelajaran berlansung tiba-tiba mataku begitu terasa mengantuk dan tak sadar akupun tertidur di kelas. Tidak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Hingga aku terbangun dari tidurku. Saat aku terbangun tampak beberapa pasang mata menatap ke arahku. Ada apa? Tanyaku pada mereka. Dan mereka malah bertanya balik padaku. Ya alhasil aku tidak dapat mengelak lagi pada mereka, aku terpaksa menceritakan kejadian semalam. Dan mereka pun minta maaf karena sudah membuatku dalam kesulitan.
Lalu aku pun berkata bahwa mereka sama sekali tidak
salah dengan apa yang kualami kemarin. Karena hari-hariku memang selalu begitu.
Tinggal bersama orang lain sangat tidak enak tapi demi pendidikan aku harus
ikhlas dan juga demi ibuku aku harus berkorban. Sebagai anak, aku wajib
mengikuti keinginan orang tuaku selagi itu demi kebaikanku, tuturku pada
mereka. Mereka pun terpaku dengan penjelasanku serta mereka janji tidak akan
memaksaku lagi agar bisa bermain dengan mereka. Tapi mereka minta agar aku
tidak merasa minder atau tidak enak pada mereka. Serta mereka minta juga agar
aku mau berbagi cerita supaya aku bisa merasa nyaman dalam menjalani hari-hari.
Walau hari ini terasa sangat berat tapi kehangatan teman-teman di sekolah membuat hariku menjadi lebih baik. Dan seakan aku sangat nyaman berada di sekolah bersama mereka dibandingkan berada di rumah. Hari ini waktu berjalan begitu cepat tak terasa kebahagiaan bersama mereka harus berakhir siang ini. Dan di hari esok dapat bersama lagi begitu di setiap hariku dengan mereka. Hari sudah jam dua siang, aku pulang kerumah segera dengan kembali berjalan kaki. Dengan berjalan pulang kerumah seakan fikiranku banyak di bumbui pemandangan yang jarang kulihat di setiap harinya.
Apa lagi dengan berjalan aku mendapatkan teman baru
seusiaku di pengkolan, ia penjaga toko buku di pingiran. Ia banyak menjual
berbagai jenis buku mulai dari koran harian hingga buku pelajaran serta novel.
Saat itu, ia menawariku beberapa buku tapi aku tidak punya uang untuk
membelinya namun ia tidak mau aku tak kembali ke tokonya. Kaerana itu ia
meminjamkan buku miliknya agar aku mau singgah sebentar menemaninya. Ia
meminjamkanku buku-buku puisi, pantun dan novel.
#Halaman 9
Dari buku-buku yang kupinjam dari Dina aku meluangkan waktu untuk membacanya sebelum tidur. Dan buku-buku yang ia pinjamkan membuatku menjadi senang membaca. Hampir setiap malam sebelum tidur aku membaca buku itu dan dengan membaca sebelum tidur membuat tidurku sangat lelap. Terkadang buku itu kubawa kesekolah dan membacanya di jam istrahat. Namun aku belum memahami dengan buku yang aku baca sebab aku belum mampu menguliti sebuah naskah. Yang kutahu hanyalah membaca dan membaca. Suatu ketika ada tugas dari guru bahasa Indonesia mengenai puisi.
Kami
diminta membuat sebuah karangan puisi, spontan dahiku mengerut karena belum
pernah membuat puisi. Adapun pelajaran tentang membuat puisi di kelas
sebelumnya, puisi yang menjadi tugasku ditulis oleh temanku. Aku meminta teman
yang membuatkannya untukku. Tapi kali ini aku tidak mungkin meminta orang lain
lagi yang membuatnya. Karena mereka sudah terlalu banyak membantuku pada bidang
pelajaran yang lain. Akhirnya aku mencoba membuatnya sendiri.
"Rindu Di Ufuk Senja"
Awan yang
menyapa jingga seakan menatap sedih diriku..
Yang sendiri
dalam keramaian..
Sendiri
dalam segala tuntutan..
Sendiri
dalam kerinduan...
Jingga..
Tataplah aku..
Yang merindu
padanya..
Aku rindu
pada aromanya..
Aku rindu
semua tentangnya..
Tatapannya
yang lembut tak dapat hilang dari benakku..
Jingga..
Rinduku di
ufuk senja..
Meratap iba
pada angkasa..
Ayah, Ibu..
Adakah
engkau di sana tetap menjagaku dengan doa ?
Adakah
engkau sisihkan waktu untuk menatap wajahku di dalam hatimu?
Ayah, Ibu
maaf bila hatiku meragu
Rinduku di
ufuk senja..
Menatap
bayangmu dengan penuh air mata
***
Hanya kata-kata sederhana ini yang kutulis karena aku belum menguasai sastra yang indah. Di saat penilaian pembacaan puisi air mataku jatuh dan ruangan jadi sangat sepi semua orang menatap sendu padaku. Dan diakhir puisiku, terdengar tepukan tangan dari guruku. Terus terang aku jadi terjaga dari air mata. Dan segera kembali membangun senyum sembari berkata terima kasih pada semua.
Saat
aku kembali ke tempat duduk, Sari teman sebangkuku berkata "wah belajar
bikin puisi dari mana? Bagus banget puisimu". Tidak itu hanya puisi biasa
saja kok, jawab ku. Lalu ketika jam istirahat tiba, Bu Yyani sebagai guru
bahasa memintaku menemuinya di ruang guru. Entah apa maksudnya memintaku
menemuinya, hatiku jadi tidak tenang. Dalam fikiranku seakan aku dalam masalah
besar serta teman juga bingung, ada apa denganku?...
Saat jam
istirahat tiba aku segera menemui ibu Yani dan ia mempersilahkanku duduk agar
sedikit rileks. Aku bingung saat itu dan mencoba tidak terlihat tegang. Ada apa
bu, apakah saya salah bu? Tanyaku padanya. Tidak, tidak ada yang salah kok,
jawabnya sambil menatapku. Lalu ada apa ibu panggil saya kesini bu? Tanyaku
lagi padanya. Ibu hanya ingin mengenalmu, semua tentang keluargamu? Jawabnya
sambil tersenyum.
Kenapa
demikian bu? Tanyaku lagi padanya.
Puisimu tadi membuat ibu bertanya-tanya kenapa puisimu sedih begitu? Berbeda
sekali dari anak-anak lainnya. Apa yang terjadi sebenarnya? Semua pertanyaan
itu membuat kuterdiam, ada rasa tidak bisa percaya timbul dibenakku. Jika aku
bercerita tentang hidupku pada bu yani, ia bisa saja menanyakan hal itu pada
saudaraku. Dan mungkin hal itu bisa membuat masalah hidupku semakin sulit. Lalu
dengan senyum aku menjawab, tidak ada apa-apa bu. Saya hanya rindu saja pada
orang tua saya bu. Karna saya baru kali ini berpisah dari mereka. Ujarku pada
bu Yani.
Lalu bu yani
memintaku, jika nanti aku merasa butuh tempat untuk bicara. Ia ingin aku mau
bercerita padanya agar persoalan yang kuhadapi bisa kuselesaikan. Karena ia
tidak ingin aku kehilangan fokus dalam belajar. Sebagai anak pindahan tentunya
aku mengalami banyak kesulitan dalam belajar. Perbincangan yang singkat
membuatku sedikit merasa lega karena aku merasa di perhatikan oleh bu yani. Dan
sebelum kembali kekelas, bu yani juga mengatakan bahwa puisi adalah gambaran jiwa
penulisnya. Dan dia juga mengatakan aku punya jiwa dalam menulis. Dia ingin aku
belajar sastra lebih lanjut dengan banyak-banyak membaca.
Percakapan
itu seakan ia yakin ada sesuatu dalam diriku yang dapat menjadi jati diri.
Setelah usai bertemu dengan bu yani, aku kembali kekelas. Dan saat itu nampak
beberapa pasang mata menatap bingung padaku. Lalu aku tersenyum melihat mereka
yang bingung sembari berkata 'teman-teman aku tidak ada apa-apa kok sama bu
yani. Ia hanya membahas tentang puisiku tadi dan ia bilang aku punya jiwa
menulis, paparku pada mereka. Syukurlah kalau begitu, ulas restiani.
Percakapanku
dengan bu yani seakan mengisi ruang fikiranku. Timbul pertanyaan-pertanyan
tentang sastra di benakku. Semenjak aku kenal sama dina, aku jadi senang membaca
tapi tidak terfikir olehku tentang menulis puisi ataupun cerita. Ketika pulang
sekolah aku kembali singgah ke toko dina untuk mengembalikan buku-buku yang
kupinjam. Sesampainya aku di sana, tampak dina sedang asik menata semua buku
yang sudah agak berserak setelah di pilih-pilih pembeli.
#Halaman 10
Hai Dina, sapaku sambil mengembalikan buku yang kupinjam darinya. Oh.. Ya kamu, udah baca semua ya? sahutnya padaku sambil menerima buku itu. Seperti biasa aku mampir hanya sebentar tidak bisa menemaninya di toko tapi dia senang karena aku sudah mampir di tempatnya. Sebelum pulang ia menyodorkan sebuah buku padaku ,tapi bukan lagi buku bacaan melainkan sebuah buku diary kecil yang menarik berwarna biru.
Ia memintaku mengisi diarynya dengan biodata diriku. Aku hanya tersenyum dan menerimanya walau di benakku kebingungan harus mengisi biodata seperti apa yang ia maksudkan. Karena selama ini aku tidak pernah memiliki buku diary seperti ini. Tanpa banyak bertanya aku kembali melanjutkan perjalananku pulang kerumah. Walau di benakku masih saja memikirkan tentang buku diary itu.
Seperti
biasanya seusai pulang dari sekolah aku sudah di tunggu oleh banyaknya tugas
rumah yang harus kuselesaikan. Bahkan aku sampai malam hari mengerjakan
semuanya. Jarang aku bisa mengulang pelajaran di malam hari, hanya bila ada
tugas sekolah saja baru aku kerjakan. Ketika aku mau tidur mataku tertuju bada
buku diary yang kuletakkan di atas meja belajar. Lalu aku mencoba membukanya.
Di dalam buku itu sudah ada berisi tulisan tentang biodata Dina. Jadi aku
mencoba mengikuti apa yang ditulis Dina dan di sana juga ada beberapa untaian
kata berupa puisi.
Perlahan aku mengisi diary tersebut hingga mataku mengantuk dan lalu tertidur. Ketika menulis di buku diary Dina, aku merasa ada rasa senang tersendiri saat menulis. Dan beban fikiran jadi terlepas dari beratnya tuntutan hari-hari. Dini hari saat aku terbangun entah kenapa aku merasa ingin memiliki sebuah buku diary juga. Dan aku mulai menyisihkan uang saku untuk membelinya.
Di toko buku Dina semua buku tersedia termasuk buku diary yang cantik, menarik, beragam corak dan warnanya. Kurang lebih satu minggu aku menumpulkan uang saku untuk membeli buku diary itu dan akhirnya aku punya buku diary tersebut.
Aku membelinya di toko
Dina, buku diary yang kupilih berwarna biru bercorak love di tengah dan
memiliki kunci. Mulai hari itu, jadi suka menulis yang awalnya hanyalah
biodataku saja, lalu dari situ aku mulai menulis semua perasaanku di setiap
hariku. Dan juga aku senang meminta temen-temen mengisi biodata masing-masing.
Temen-tenan semua senang juga mengisi diary itu karena semua bisa tahu hobinya
masing-masing.
Lanjut Baca KLIK >>> Bagian 3 "Surat Cinta"
Facebook Nova Elvira
Instagram Nova Elvira
(Catatan Penutup)
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...
Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi
Post a Comment