Menilai Kekurangan Orang Lain - MOTIVASI HIDUP

Table of Contents

 Menilai Kekurangan Orang Lain - MOTIVASI HIDUP

"MENILAI KEKURANGAN"

Oleh Muraz Riksi

Heeei…

Pernah tidak melihat lampu teplok jadul?

Ya itulah aku.

Akulah yang menyinari kegelapan, memberikan cahaya dalam ruang sekitar. Akulah yang paling tepat memberikan cahaya pada tempat gelap. 

Sadar, renungan diri... Selama ini aku hanya hidup ibaratkan lampu teplok. Selalu memberikan cahaya untuk orang-orang sekitar. Selalu menyalahkan kegelapan-kegelapan di sekitar. Selalu menganggap akulah yang satu-satunya memiliki cahaya.

Hidupku tidak lebih dari meremehkan orang lain, aku merasa lebih baik dari yang lainnya. Seperti halnya pada lampu jadul, kepulan asap hitam yang membeku menjadi butiran debu menempel di bagian dalam tubuhku. Menempel pada dinding kaca yang semula bening. Saat ini aku sadar tubuhku telah hitam. Selama ini aku terus menerangi kegelapan di sekitar tapi aku tidak bisa menerangi kegelapan dalam diriku.

Aku adalah manusia seperti lampu jadul yang dinding kacanya telap dipenuhi kepulan asap hitam yang telah membeku menjadi butiran debu. Hatiku juga demikian, sifat sombong, angkuh, selalu merasa benar, meremehkan orang lain, merasa paling sempurna merupakan kepulan asap dalam diriku yang telah membeku memenuhi ruang hati.

Kenapa harus merasa paling sempurna?

Sedangkan aku adalah lampu teplok yang bertahan hidup dari minyak tanah di dalam dasar tubuhku. Minyak tanah itu meresap melalui kain yang menjadi sumbu tempatku menyala. Kala minyak tanah itu habis maka aku pun akan mati dan takkan pernah menyala lagi. Demikian pula aku, kala jantung ini tidak lagi memompa darah, nafas menjadi berat, mata menjadi remang-remang lalu ruangan di sekitar menjadi gelap.

Ketika aku telah mati, aku tidak lebih dari tubuh kaku yang pucat dan takkan bisa bergerak lagi. Aku hanya tubuh yang berselimutkan kain, yang nantinya akan menghilang dan yang tersisa hanya tulang-belulang. Apa yang harus kuangkuhkan dari diriku?

Walau semasa hidupku, aku adalah manusia yang sempurna. Aku yang memiliki wajah tampan, aku yang memiliki pesona menawan, aku yang memiliki jabatan, aku adalah manusia yang tinggi jenjang pendidikan. Aku yang berwawasan, argumen hebatku selalu menjadi pandangan. Karena itu pula hatiku dipenuhi kesombongan. Saat ini, aku tidak lebih dari tubuh kaku yang takkan lagi bisa bergerak. Aku masih bisa merasa tapi aku tidak lagi bisa berkata-kata.

Di sekelilingku hanya terdengar tangisan, ada juga jeritan karena tidak menerima kenyataan bahwa aku kedepannya tidak lagi bisa memberikan senyuman. Heeei… Tidak perlu menangisi kepergian, aku juga tidak butuh lagi sebuah penyesalan. Untuk apa, semua tidak lagi bermakna.

Kau tahu, semasa hidupku sering kali hati ini tergores luka. Sering kali hati ini merasakan kecewa. Sering kali dianggap tidak ada dan bahkan aku merasa seperti tidak ada harga.

Bukan salahmu, jelas ini adalah salahku.

Lelah mencari senyuman. Saat aku telah merasakan maka ketahuilah bahwa lelah itu telah berada di atas puncaknya. Tapi tenanglah, sekali lagi kutegaskan bahwa kau tidak pernah salah. Kau adalah sosok yang sempurna, tidak ada keburukan, tidak ada kesalahan. Karena itu pula kau tidak perlu meminta maaf dengan penuh ketulusan. Sebab satu-satunya yang harus meminta maaf adalah aku.

Aku yang tidak pernah bisa menjadi seperti yang engkau mau, aku yang bukan seperti yang selama ini kau harapkan. Mungkin kau membayangkan aku adalah sosok sempurna seperti dirimu, yang tidak memiliki keburukan dan tidak memiliki kesalahan sehingga setiap langkah tidak perlu maaf.

Selama hidup aku hanya sosok egois yang memiliki kesombongan, keangkuhan seperti yang telah kukatakan “aku tidak lebih dari lampu teplok”.

***
Demikian MOTIVASI HIDUP tentang Menilai Kekurangan Orang Lain. 

(Catatan Penutup)
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Sampah Kata Seniman Bisu
Penulis Amatiran Dari Pinggiran
Secarik Ocehan Basi Tak Lebih Dari Basa-Basi

Post a Comment