Eps 6 Pertemuan Andira Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari
Hening..
Mereka seolah tersesat dalam labirin fikiran masing-masing..
Bidara memejamkan mata, berusaha mengatur nafas setenang
yang ia bisa, agar terlihat lelap. Ammar melihat raut wajah sang ibu yang juga
terlihat begitu lelah, hingga memilih untuk membiarkan ibunya fokus ke layar
handphone nya saja.
Sementara dalam diam sang ibu malah asik mengintip salah
satu akun sosial media milik sang menantu.
"Huh.. sang pendongeng" gumamnya sesaat kemudian,
sembari melirik kearah Bidara..
Bidara yang terusik dengan perkataan ibu mertuanya pun
perlahan membuka matanya. Matanya menerawang jauh kedepan, seolah sedang
berusaha mengingat-ingat sesuatu. Ia merasa pernah mendengar kalimat yang sama,
namun begitu samar.
Mobil melaju diantara sesaknya arus lalu lintas.
Bidara berusaha memecah kesunyian dengan memberi perhatian kepada sang mertua " mama, Dara udah memasakkan makanan kesukaan mama.. nanti kita mampir ke mini market sebentar karena dara kehabisan susu pisang favorit mama" ucapnya sembari tersenyum tipis.
"Terimakasih, tapi
mama lagi pengen makan rawon buatan mang Ridwan yang dekat dengan kantor
cabang. Anterin mama kesana aja, sekalian nanti sore mama mau bertemu dengan
salah satu client mama" jawab ibu mertuanya tanpa mengalihkan pandangan
dari layar ponselnya.
Ammar melihat dari kaca spion bagaimana perlakuan ibunya.
Ada sebersit kekecewaan dimatanya tatkala melirik wajah sedih isterinya. Ia pun
meraih tangan Bidara dan menggenggam perlahan. Bidara menanggapi dengan
senyuman, yang sangat Ammar sadari bahwa senyuman itu tak mampu menutupi
kesedihan isterinya.
Perlakuan Ammar kepada Bidara tak luput dari pandangan sang
ibu.
Ia menghela nafas panjang. Baginya Bidara tampak seperti wanita licik yang merebut perhatian dan kasih sayang puteranya.
Mobil berhenti didepan sebuah rumah makan yang terlihat modern namun masih dengan sentuhan tradisional bertuliskan "Racikan Mang Ridwan. Dari luar sudah terlihat begitu ramai pengunjung.
Ammar berjalan mendahului ibu dan isterinya, lalu
menghampiri lelaki paruh baya yang sedang sibuk melayani pesanan yang datang.
"Assalamualaikum mang.. masih ada meja kosong?" Tanya Ammar dengan
sopan. Dijawab ramah sambil tersenyum oleh mang Ridwan "walaikumsallam den
Ammar, udah lama ga kelihatan.. masih ada den, tapi diatas ya den".
"Mama datang
mang, katanya kangen rawon buatan mang Ridwan" jawab Ammar sembari
menunjuk kearah ibunya yang berjalan tak jauh dibelakangnya. Ibu Ammar yang
mendengar perkataan puteranya tersenyum seraya melambaikan tangan kearah mang
Ridwan. "Apa kabar mbakyu? Kapan nyampenya?" Sapa mang Ridwan.
"Baru saja, saya langsung mampir kesini wan, laper banget" jawab
Andira, ibu Ammar.
Setelah sedikit berbasa-basi dan memesan menu yang mereka
inginkan, mereka pun naik ke lantai dua rumah makan tersebut.
Andira dan Ridwan adalah teman sedari mereka kecil. Bisa dikatakan mereka tumbuh dan besar bersama. Karena orang tua Ridwan bekerja dirumah orang tua Andira. Ibunya Ridwan adalah pembantu di rumahnya sekaligus pengasuh Andira, sedangkan ayah Ridwan adalah supir dan tangan kanan dari ayahnya Andira. Usia Andira dan Ridwan pun hanya berjarak dua tahun saja.
Ridwan sendiri di sekolahkan oleh orang tua Andira si sekolah yang sama dengan
Andira. Hingga Andira melanjutkan sekolah ke luar negeri, Ridwan memilih
bekerja disebuah rumah makan, hingga akhirnya ia mendirikan rumah makan
miliknya sendiri dan karena kerja keras serta kegigihannya, bisnisnya tersebut
berkembang hingga sekarang.
Setelah pesanan mereka datang, mereka segera menyantapnya.
Tak banyak yang mereka bicarakan selama mereka makan.
Usai menghabiskan makanan, mereka pamit kepada mang Ridwan.
Andira dan Ridwan pun berjanji untuk bertemu
kembali saat ada waktu senggang.
"Nak, langsung antarin mama ke kantor aja, nanti malam
pukul sembilan baru kamu jemput mama lagi" ucap Andira pada puteranya.
Mereka pun melaju menuju kantor cabang sang ibu yang yang menempuh waktu perjalanan dua puluh menit dari rumah makan mang Ridwan.
Hari mulai sore
ketika Ammar dan Bidara sampai dirumah mereka.
Bidara yang merasa keram pada pinggang dan perutnya sedari
tadi, bergegas ke toilet. Benar saja, tamu bulanan sudah berkunjung. Hal itu
pula yang membuat mood Bidara berubah buruk hari ini. Ia selalu lebih sensitif
ketika datang bulan.
Setelah membersihkan diri, ia berbaring ditempat tidur.
Matanya menerawang seolah menembus langit-langit kamarnya. Ia membayangkan
semua yang terjadi hari ini. Bagaimana tatapan dan perlakuan sang ibu mertua
kepadanya. Tak lama kemudian ia pun terlelap dalam tidurnya.
Ammar yang tadi langsung menuju ruang mushola, menunaikan ibadah sholat ashar begitu sampai dirumah, baru kini memasuki bilik peraduannya. Ditatapnya wajah lelap Bidara. Wajah yang begitu sempurna dengan kecantikan dan sosok penuh misteri yang hingga kini belum mampu ia taklukkan.
Menjelang magrib, Bidara bangun. Ia beranjak menuju dapur, menghangatkan makanan yang ia masak tadi pagi. Ia yang terbiasa tidak makan makanan berat selalu makan apa saja yang ada di meja makan ataupun yang ada di lemari es, hari ini sedikit bingung harus bagaimana ketika ibu mertuanya berkunjung.
Namun sesaat kemudia, ia teringat bahwa ibu mertuanya akan pulang jam sembilan malam. Seharusnya ibu mertuanya sudah makan malam. Ia pun melangkah menuju mushola. Sambil menunggu adzan Maghrib, Bidara membaca Alquran. Sedangkan Ammar sudah berangkat ke kantor ketika Bidara tidur tadi.
Bidara mengetahuinya dari pesan singkat yang Ammar kirim padanya. Karena hari
ini waktunya tersita karena kedatangan ibunya, Ammar menyempatkan diri ke
kantornya sore hari Hingga malam sampai waktunya menjemput sang ibu dari kantor
cabang ibunya.
Post a Comment