Eps 13 Sosok Asing Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

Table of Contents
Eps 13 Sosok Asing Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

NOVEL BIDARA BUKAN BIDARA (Season 2)

*Episode 13
*Sosok Asing

Malam semakin larut, ditambah mendung pekat seolah menahan kesedihannya, hingga belum tertumpah menjadi deras hujan yang membasahi bumi. Tidak satu bintang pun yang menampakkan diri untuk menemani sang bulan yang terlihat malas memamerkan cahayanya. Gemuruh dahsyat justru bersemayam didalam dada Bidara.

Berbagai prasangka mengusik hatinya, jantungnya terasa nyeri, sangat menyesakkan seiring suara-suara bising yang mulai over thinking didalam kepalanya. Jemarinya hampir mati rasa setelah pesan demi pesan yang ia ketik dan kirimkan kepada Ammar, tak terbilang berapa banyak panggilan telepon yang ia lakukan untuk menghubungi sang suami, namun tak jua ada jawaban.

Ia mulai berfikir hal-hal mengerikan yang bisa jadi kemungkinan menimpa Ammar. Berulang kali pula ia beristighfar lalu membuang semua prasangka buruk itu, tapi berulang kali pula fikiran itu kembali. Ponsel Ammar dalam keadaan aktif, dan Ammar adalah sosok lelaki penggila kerja dimata Bidara itu, tidak biasa membiarkan ponselnya jauh dari sisinya.

Disisi lain, disebuah bar tampak seorang lelaki dengan pundak yang lebar, duduk merundukkan kepala dengan kedua tangan saling menggenggam menopang dahinya. Tampak sisa-sisa airmata yang masih berembun dikedua pelupuk mata dan pipinya yang ditumbuhi brewok halus nan rapi.

Ammar belum siap bertatap mata dengan Bidara. Ia bukanlah lelaki yang menyukai tempat-tempat hiburan untuk sekedar mencari kesenangan. Namun ia memilih untuk duduk disana sendirian dengan harapan suara musik yang keras itu dapat mengalahkan kebisingan didalam batinnya.

Entah berapa banyak wanita cantik dan menggoda yang menghampirinya sejak ia menduduki sebuah sofa disudut ruang tersebut, namun tak seorangpun yang mendapat sambutan hangat darinya.

Menjelang tengah malam, Ammar tiba dikediamannya. Sedang Bidara sudah pulas bersama mimpinya. Perlahan Ammar membuka pintu kamar, ia menghentikan langkah dan mematung tepat disisi ranjang, lalu menatap wajah cantik isterinya yang terlihat kelelahan. "Siapakah lelaki yang menggenggam tangan dan mengusap pipimu itu Dara? Dia kah orang yang membuatmu mengunci rapat hatimu dariku hingga saat ini?" Lirih batin Ammar berbisik.

Kemudian ia membalikkan badan dan melangkah keluar dari kamar tersebut. Ia menuju ruang kerjanya yang berada disisi berlawanan dari kamar mereka. Disana memang terdapat sebuah single bed yang biasa ia gunakan untuk istirahat sejenak ketika pekerjaannya menumpuk. Malam ini Ammar memilih untuk tidak tidur bersama sang isteri meski ia begitu merindukannya. Namun hatinya tak bisa berdusta, perasaannya sedang tidak baik-baik saja.

Gemericik air hujan seolah kidung yang begitu merdu, membuai mereka yang terlelap untuk tenggelam lebih dalam ke alam mimpi. Membuat sang mentari enggan menyapa bumi dan betah di bilik peraduannya dibalik awan hitam.

Pagi dan mendung adalah perpaduan sempurna bagi tubuh dan fikiran yang lelah.

Sepasang manusia yang pulas diranjang berbeda, kini sedang berjuang untuk bangkit dari nyamannya selimut hangat mereka. Karena mimpi indah dan sejuknya cuaca sekalipun tak bisa membuat mereka mengabaikan kedatangan sang pagi.

Dunia tetap berjalan, waktu pun tidak berbeda hanya karena mereka lelah menjalani hari-harinya.

Dengan malas Bidara bangkit dari kasur empuknya. Sesaat setelah berdiri, ia mengernyitkan dahi sembari menatap tempat tidurnya. Ia yang memang sedang kedatangan tamu bulanan, tidak bangun untuk sholat subuh, hingga ia pun tidak menyadari kepulangan atau bahkan mungkin kepergian Ammar ke kantor. Ia berfikir, mungkin saja Ammar sudah berangkat ke kantor karena ia bangun kesiangan.

Bidara lantas meraih ponselnya yang terletak diatas nakas. Ia memastikan bahwa seperti biasa, jika Ammar pergi disaat ia tidur, maka Ammar akan meninggalkan pesan singkat untuknya. Namun Bidara mulai terlihat cemas saat tak ada pesan dari sang suami di layar ponselnya. Ia kembali over thinking. Ia segera keluar dari kamar untuk melihat, barangkali menemukan jejak bahwa Ammar sudah pulang saat ia sudah tertidur pulas. Langkahnya terhenti tatkala matanya tertuju pada bias cahaya dari ruang kerja suaminya.

Ruang yang selalu gelap saat Ammar tidak sedang berada disana. Ia bergegas ke ruang tersebut. Perlahan ia membuka pintu. Lampu ruangan tersebut tidak menyala. Cahaya yang ia lihat berasal dari lampu kecil dimeja kerja sang suami. Bidara masih berusaha berfikir positif, bahwa suaminya lembur tadi malam dan tidak ingin mengusik tidur Bidara karena mengerti bahwa Bidara kelelahan.

Bidara duduk disisi tempat tidur Ammar, ia membangunkan sang suami dengan sangat hati-hati. "Ammar, bangunlah.. sudah pagi.. kau akan terlambat bekerja" ucap Bidara sembari menepuk-nepuk pundak Ammar yang berbaring menghadapnya. Ammar bergerak perlahan, namun masih belum membuka matanya. Sekali lagi Bidara berusaha membangunkannya. "Ammar, kau tidur begitu pulas, apakah kau sudah sholat subuh? Bidara berkata sambil mengusap kening suaminya. Pada saat itu pula ia merasakan kening Ammar begitu panas." Ya Allah Ammar, kau demam? Kenapa kau malah tidur disini saat kau demam tinggi seperti ini?' ucap Bidara panik.

Kepanikan Bidara sukses membuat Ammar membuka matanya. Namun tak ada ekspresi diwajahnya. Ia hanya menatap wajah panik sang isteri. Kembali terlintas bayangan tentang kejadian yang ia saksikan di bandara kemarin. Perlahan ia menyingkirkan tangan Bidara dari dahinya. Hal tersebut membuat Bidara bingung. Karena biasanya Ammar akan segera bermanja jika Bidara melakukan kontak fisik dengannya.

Tapi Bidara tak ingin memusingkan hal sepele tersebut. Ia berfikir kalau dirinya lah yang berfikir berlebihan. Ammar duduk sambil meringis. Kepalanya terasa sakit, pusing bahkan ia merasa mual. Bidara memintanya untuk tidak pergi bekerja hari ini dan beristirahat saja. Bidara pun mengatakan bahwa ia akan menghubungi dokter keluarga mereka.

Namun Ammar menolaknya dengan tegas. Ia berkata bahwa dirinya baik-baik saja, ia juga tetap ingin pergi bekerja. Ia beranjak dari tempat tidur dan melangkah keluar kamar, meninggalkan Bidara yang kebingungan untuk yang kedua kalinya.

Ia merasa Ammar seperti sosok asing yang tidak ia kenal.

Ia mulai merangkai semua kejadian yang terjadi sejak kepulangannya.

Dimulai dengan Ammar yang sudah berjanji menjemputnya di bandara, namun ia tidak datang, bahkan tidak mengangkat telponnya dan tidak juga membalas pesan-pesan teks yang ia kirimkan. Ammar juga tidak mengabarinya sekedar memberi alasan kenapa ia tidak datang. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Ammar seperti itu? Kenapa ia menjadi sosok asing dalam sehari?" Bidara dihujani berbagai tanya dalam fikirannya.

<<< Eps 12                       
Lanjut Baca KLIK >>> Eps 14

***
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

>>> Baca semua Episode di bawah ini

Post a Comment