Eps 16 Tembok Raksasa Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

Table of Contents
Eps 16 Tembok Raksasa Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

NOVEL BIDARA BUKAN BIDARA (Season 2)

Episode 16
*Tembok Raksasa 

Langit mendung disertai hembusan kencang sang bayu, seolah menanti kedatangan badai topan. Halilintar sambung menyambung menghiasi langit dengan kilatnya yang seakan meradang. Hujan belum membasahi bumi, namun dinginnya sudah menembus pori-pori. Bidara membiarkan saja pintu balkon terbuka lebar. Tatapannya kosong menghadap keluar. Laksana menantang cakrawala hitam diatasnya. membandingkan riuh guruh dengan gemuruh dihatinya.

Ammar yang ketika itu baru saja memasuki ruang kerjanya, terpaku ketika melihat monitor cctv disudut ruangan. Disuguhkan pemandangan sang isteri dengan rambut berkibaran, dengan pakaian lingerie yang begitu tipis menerawang. Fikirannya sesaat  tersesat sebelum kemudian menyadari situasi. Ia berlari ke kamar dengan fikiran cemas.

Bidara yang berdiri mematung, bahkan tak menyadari suara gagang pintu, Ammar dengan segera menyelimuti tubuh Bidara dengan kimono yang ia raih dari atas tempat tidur lalu mendekap erat tubuh mungilnya. 

Bidara tersentak, ia terlalu terkejut untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia hanya diam pasrah didalam pelukan hangat sang suami. Airmatanya mengalir tanpa mampu ia bendung. Sebelum meledak menjadi Isak tangis, Bidara mendorong tubuh Ammar, lalu berlari menuju kamar mandi. Meninggalkan Ammar yang berdiri dengan mata membundar. Ia sangat terkejut melihat reaksi sang isteri. Baginya, apa yang dilakukan oleh Bidara lebih terlihat seperti seseorang yang sedang merasa jijik. Ia tak sempat melihat jejak bening mengkristal di pelupuk mata Bidara.

Ia terduduk lemas diatas sofa yang terletak di sisi dalam jendela kamar. "Ada apa denganmu Dara?" Batinnya sembari mengusap wajah dengan gusar.
Wajahnya terlihat lelah. Bayangan kejadian di bandara kembali menghantui fikirannya.
Sementara didalam kamar mandi, Bidara beberapa kali menenggelamkan dirinya didalam bathtub, berkali-kali pula ia tersedak. Ia membiarkan keran terus hidup agar suara aliran air menutupi kerasnya sedu sedan yang tak lagi mampu ia tahan.

Entah kapan kesalah pahaman diantara mereka terungkap. Baik Bidara maupun Ammar, tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya saling mengamati secara diam-diam. Hubungan yang berawal dengan sebuah perjanjian tersebut, berjalan dengan kebekuan yang perlahan menjadi hangat dengan percikan asmara yang hadir tanpa mereka sadari. Namun kini mulai dingin nyaris beku kembali.

Ammar selalu berangkat diam-diam setelah menyiapkan sarapan untuk Bidara. Meskipun mbak Ani selalu datang untuk membantu pekerjaan rumah, ketika sempat, sebisa mungkin Ammar menyiapkan sarapan isterinya, atau sebaliknya. 
Bidara yang baru turun dari kamarnya, berdiri terpaku menatap meja makan setelah ia membuka penutup sajiannya. Ia tau ciri khas sarapan buatan suaminya yang selalu membentuk wajah dari brokoli dan sayuran lainnya diatas piring. 

Sangat menggemaskan, namun saat ini Bidara tak berselera untuk menikmatinya. Ia terus saja membayangkan suaminya yang berjalan beriringan dengan seorang wanita dan melangkah memasuki kamar hotel. "Entah kenapa, meski merasa ini adalah kebodohan, aku tetap saja meratapi luka ini. Padahal dari awal, aku tahu, tak pernah ada cinta untukku, karena aku tak pantas" Bidara bergumam sembari memukul dadanya. 

Ia kembali merasakan kesepian seperti dulu ketika awal pernikahan mereka.
Ia merasakan jarak yang semakin jauh antara ia dan suaminya. Seolah ada tembok raksasa yang menghalangi mereka. Namun ia tak tahu bagaimana mulanya tembok itu kembali hadir ditengah-tengah mereka, bahkan terasa semakin membesar.

<<< Eps 15                       
Lanjut Baca KLIK >>> Eps 17 

***
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Post a Comment