Eps 17 Benang Simpul Kecurigaan Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

Table of Contents
Eps 17 Benang Simpul Kecurigaan Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

NOVEL BIDARA BUKAN BIDARA (Season 2)

Episode 17
*Benang Simpul Kecurigaan

Kriiiiiing... Kriiiiiiing.. Kriiiiiing..
Suara telepon diatas meja kerja Ammar terus berbunyi. Ammar yang berusaha berpura-pura tak mendengar bunyinya pun mulai terganggu. Padahal ia sengaja mematikan ponselnya agar hari ini ia dapat menikmati waktu tenang di ruang kerjanya, agar pikirannya bisa dengan leluasa menjelajahi seluruh ingatan tentang rangkaian peristiwa yang membuat benteng pertahanan antara ia dan Bidara kembali berdiri kokoh.

Dengan malas ia beranjak menuju arah sumber suara yang sedari tadi tak henti mengusik gendang telinga.

"Hallo Ammar.. susah banget sih ngehubungi kamu? Ponselmu kenapa ga aktif seharian?" Terdengar ocehan lelaki yang sangat akrab ditelinganya. Sesaat kemudian Ammar teringat akan janji yang ia buat Minggu lalu ketika ia dan teman-teman berkumpul di hotel.

Semetara disisi lain sambungan telepon, Wilan yang tak mendengar jawaban apapun dari Ammar kembali mengoceh dengan cerewetnya seperti anak itik kehilangan induk. Ammar tersadar dari lamunan. Ia  pun menjawab semua pertanyaan dari sahabatnya itu, "iyaa aku ketiduran, hp ku di charger dalam kondisi mati, dan aku tidak melupakan janji kita nanti malam, untuk saat ini jangan ganggu aku dengan suara deringan telepon maupun notifikasi pesan masuk apapun". Terdengar suara terkekeh Wilan sembari berkata: kelihatannya ada yang membebani pikiran bintang ke...". Belum selesai Wildan bicara, Ammar sudah menutup teleponnya. Ia tersenyum sendiri ketika membayangkan wajah kesal Wildan karena perbuatannya tadi.

Jarum jam terus berputar, hingga waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB.
Ammar yang sedari tadi tidak beranjak dari sejarahnya usai sholat ashar, kini perlahan bangkit. Ia menuju lemari pakaian, meraih sebuah sweater putih dengan sedikit corak hitam, celana jeans berwarna hitam, serta t-shirt bewarna abu-abu tua sebagai dalamannya. Ia pun bersiap-siap.

Meskipun waktu janjiannya setelah isya, Ammar memutuskan untuk keluar rumah sebelum Maghrib, sebab Wilan tadi memintanya untuk membeli sebuah bouqet bunga untuk kekasihnya sebagai surprise. Dengan alasan ia tidak sempat membelinya karena seharian ini harus menemani sang kekasih shopping dan treatment ke salon. Meski sebenarnya ia begitu malas, namun ia tetap melakukan apa yang Wilan pinta.

Bidara sedang menatap pemandangan dari balkon kamarnya ketika melihat Ammar berjalan menuju mobil Jeep yang terparkir diantara deretan mobil lainnya. Ia mengerutkan kening sambil berfikir, tidak biasanya Ammar menggunakan mobil itu kecuali saat mereka jalan-jalan menikmati alam terbuka. 

Terlebih style Ammar malam ini yang terlihat santai dengan sweater resleting terbuka, semakin menonjolkan ketampanan ala eksekutif muda.

Tanpa ia sadari, tubuhnya seakan bergerak sendiri, Bidara menuruni tangga, berlari ke arah bagasi, ia meraih sebuah kunci yang tergantung dibalik lemari yang tertutup lukisan dan menuju vespa kesayangannya. Ia mengikuti Ammar dengan jarak yang ia perkirakan aman dan tidak mencurigakan.

Setelah beberapa lama ia mengikuti sang suami, Bidara tiba-tiba berfikir "kebodohan apalagi yang ku lakukan? Sadarlah Bidara, kau tak ubah seorang penguntit gila" batinnya sembari menepuk helm diatas kepalanya.

Baru saja ia berniat untuk berhenti melakukan pembuatan yang ia anggap bodoh tersebut dan melanjutkan perjalanannya entah kemanapun itu asalkan tidak menjadi penguntit, matanya malah menangkap hal yang membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Ammar berhenti didepan sebuah toko bunga. Bidara menghentikan vespa nya sedikit jauh dari mobil sang suami. Rasa penasaran menguasai hati dan pikirannya.

Selang beberapa menit, Ammar keluar dengan sebuah bouqet bunga besar, bunga mawar merah dan tulip berwarna pink berpadu serasi ditangan suaminya. Ia melihat suaminya menggeleng-gelengkan kepala perlahan sambil tersenyum. Ammar terlihat bahagia di mata Bidara. "Untuk siapakah bunga itu? Yang jelas bukan untukku, sebab iya tau aku menyukai mawar merah yang dipadukan dengan mawar hitam, bukan tulip" batin Bidara.
Bidara pun kembali dengan niat awal, mengikuti kemana arah suaminya pergi.

POV Ammar:
Sambil membawa bouqet mawar keluar dari toko menuju mobilnya, ia memikirkan sahabatnya yang tidak pernah dewasa itu.
Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum dan berfikir: kapan kau tidak merepotkan dunia untuk masalah percintaan mu Wilan? Dan surprise bunga yang terlalu sering ini bukankah tidak mengejutkan lagi bagi pacar manja mu itu?

Setelah Ammar masuk ke mobil dan kembali melanjutkan perjalanannya, Bidara pun dengan sigap mengikuti dibelakang. Ditengah perjalanan mereka, adzan magrib berkumandang. Bidara mulai resah, antara terus mengikuti sang suami, atau menyegerakan ibadahnya.

Dan diantara semua hal yang mengecewakan yang dilakukan Ammar akhir-akhir ini, Bidara tetap mengagumi sosok lelaki itu jika menyangkut urusan sholat. Karena saat ini Ammar terlihat mengisyaratkan berbelok ke sebuah mesjid yang berada disisi jalan.

Disaat bersamaan, setelah sampai dihalaman mesjid, keduanya bergegas masuk ke area wudhu.
Bidara tetap waspada agar tidak ketahuan oleh suaminya.

Usai sholat magrib, Ammar tidak keluar dari mesjid. Bidara bisa melihat suaminya yang sedang duduk membaca Alquran dibalik tirai pembatas antara Syaf wanita dan pria. Bidara pun memutuskan untuk melakukan hal yang sama.
Hingga akhirnya adzan isya pun berkumandang, dan mereka kembali sholat berjamaah.

<<< Eps 16                       
Lanjut Baca KLIK >>> Eps 18

***
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Post a Comment