Eps 18 Benang Kusut Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari
Lampu-lampu terlihat indah menghias gemerlap malam.
Usai sholat isya, sepasang cucu Adam Hawa berpacu diantara
kuda-kuda dan kereta besi dijalan raya.
Gemuruh di dada Bidara pun seakan tak mau kalah dengan
bisingnya suara yang memeriahkan malam Minggu yang tampak kelabu dalam
pandangannya.
Pikirannya berperang dengan berbagai prasangka. "Hati
wanita mana yang tidak curiga, ketika suami melangkah keluar dari rumah tanpa
pamit, dengan penampilan yang sangat menarik, bahkan membawa bouqet
bunga?" Hatinya memberi alasan untuk membenarkan perbuatannya sendiri.
Sekali lagi Bidara dikejutkan oleh kenyataan didepan
matanya. Tanpa ia sadari, kini mereka telah sampai ditempat yang menjadi tujuan
suaminya. Untung saja jarak yang ia ambil terbilang jauh dari mobil Ammar.
Hingga suara rem mendadak vespa nya tak terdengar oleh Ammar. Bidara yang
hampir terjatuh, terselamatkan ketika ia berhasil menjaga keseimbangannya.
"Bukankah ini hotel dimana suamiku dan wanita itu
berjalan dengan mesra saat itu?" Batin Bidara yang menjadi racun bagi
hatinya. Ia bahkan berfikir, jalan beriringan sebagai sesuatu yang mesra.
Di depan mata ia melihat Ammar yang turun dari mobil sambil
membawa bouqet bunga, lalu menyerahkan kunci mobil kepada petugas hotel untuk
diparkirkan.
Pikirannya semakin berkecamuk. "Apa yang aku harapkan?
Menjadi orang bodoh yang mengintip dari kejauhan? Pengecut!!! Apakah ada
gunanya aku seperti ini? Hanya sampai disini saja bukan? Aku bahkan tidak akan
tau apa yang dia lakukan selanjutnya.." batin Bidara.
Seolah tak memberi jeda untuk Bidara menenangkan diri, ia
kembali dihantam keras oleh kenyataan lain. Sebuah sedan mewah berhenti didepan
hotel, terlihat seorang wanita yang tak mungkin ia lupakan penampakan dari
belakangnya. Wanita berkaki indah tinggi semampai, dengan leher jenjang yang ia
pamerkan.
Arzetty yang melangkah anggun memasuki hotel sukses membuat pertahanan Bidara rubuh. Segala yang terjadi begitu sulit ia terima, rangkaian peristiwa menyakitkan seolah membentuk benang Kusut. Dadanya seakan remuk, terasa seperti dihantam sebuah batu besar, kakinya lemas seolah tidak bertulang. Air mata nya terus mengalir meski berkali-kali ia hapus.
"Ya Allah.. ini sakit, sungguh terasa sakit.." Isak Bidara sambil memukul-mukul dadanya. Dengan air mata yang mengaburkan pandangan, Bidara menghidupkan Vespanya dan melaju meninggalkan hotel. Sepanjang perjalanan ia terus mengutuk diri. Ia merasa tidak berharga. Ia mulai meratapi segalanya. Seluruh perjalanan hidup setelah kepergian ayahnya.
Bahkan tersenyum sinis diantara Isak tangis lalu bergumam" apa yang kau tangisi? Bukankah terlalu tamak dan tak tau diri ketika kau mendambakan cinta dengan tubuh kotor mu? Tidakkah kau sadari ini adalah karma? Bukankah dulu kau adalah wanita yang merusak kesucian begitu banyak rumah tangga? Kini dengan tanpa rasa malu, kau meratapi kehancuran rumah tanggamu karena kehadiran wanita lain?".
Bidara terus melaju dengan pandangan yang tertutup genangan
air mata itu bahkan tidak menyadari persimpangan jalan didepannya. Ketika
menyadarinya jarak nya dan pembatas jalan sudah tak bisa dihindarkan.
"Duaaaarrrrr...." Sepeda motornya menabrak
pembatas jalan. Bidara terlempar beberapa meter dari tempat ia terjatuh.
Para pedagang kaki lima dipinggir jalan berhamburan ke
arahnya, namun kesadaran Bidara perlahan menghilang.
Post a Comment