Eps 20 Janji Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari
Table of Contents
Di sebuah kursi dekat taman, Ammar terlihat begitu gusar. Sudah hampir dua puluh empat jam Bidara tidak pulang ke rumah. Ia sudah melihat isi lemari Bidara, pakaian Bidara masih terlihat penuh. Laptop dan buku-bukunya tersusun rapi diatas meja disisi jendela.
Bahkan Bidara meninggalkan dompetnya. Tidak mungkin isterinya minggat tanpa membawa laptop dan dompetnya. Namun yang membuatnya gusar, kenapa handphone Bidara tidak aktif.
Ia sudah melaporkan ke polisi prihal kehilangan isterinya, namun ia harus menunggu 24 jam pula baru bisa ditetapkan sebagai orang hilang. Ammar pun sudah melihat CCTV, yang terlihat hanyalah Bidara keluar dengan tergesa-gesa setelah Ammar keluar rumah sore itu.
Disisi lain, diruangan yang kental dengan aroma khas rumah sakit, sepasang manusia terlihat mengheningkan cipta, tenggelam dalam kebisuan, namun berperang dalam benak masing-masing.
Bidara duduk dengan posisi menyandar pada dipan yang disetting membentuk sandaran yang nyaman bagi pasien. Disampingnya terlihat Ahmad yang duduk disebuah kursi dan menghadap wajah cantik Bidara.
Ahmad yang kehilangan perbendaharaan kata karena Bidara sama sekali tak berbicara. Sejak awal kedatangannya setelah usai jam kerja, hanya ia yang berusaha mencairkan suasana.
Ia memenuhi janjinya tadi pagi saat jam pemeriksaan Bidara, bahwa ia akan kembali lagi setelah selesai bekerja.
Namun yang ia temui hanyalah Bidara yang terlihat bagaikan patung manusia.
Hingga akhirnya Ahmad memutuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka untuk malam ini, agar Bidara lebih nyaman dan bisa beristirahat dengan tenang.
"Bidara, aku akan pergi sekarang, beristirahatlah. Besok aku akab kembali memeriksa keadaanmu, sampai waktunya kau mulai terapi. Aku juga akan menemuimu setiap usai jam kerja.
Kau tak perlu menerima keberadaanku, anggap saja aku tak ada, tapi izinkan aku untuk menemanimu nanti" ucap Ahmad yang bersiap pergi setelah membalikkan posisi sandaran ranjang ke mode berbaring kembali.
Ahmad melangkah kan kaki menuju pintu keluar ruangan tersebut. Namun saat ia meraih handle pintu, tangannya terhenti, seakan tak percaya akan suara yang ia dengar, ia bertanya untuk memastikan kembali " Bidara, kau memanggil namaku?". Bidara mengangguk perlahan.
Ahmad mengurungkan niatnya untuk pergi, ia kembali ke sisi ranjang Bidara. Ditatapnya wajah wanita yang hingga kini namanya masih bertahta dihati lelaki berparas tampan dengan kulit yang putih bersih itu.
"Temani aku malam ini" ucapan Bidara itu membuat jantung Ahmad seakan ingin melompat keluar. Kebahagiaan itu terpancar dari senyuman yang merekah dibibirnya. Berbeda dengan Bidara yang merutuki diri didalam hati, menyesali ucapannya, namun terlalu malu untuk menarik kata-katanya kembali. Ia merasa begitu malu hingga pipinya yang putih itu bersemu warna merah muda.
Ia merasa bersalah karena harus berdua saja dengan lelaki yang bukan mahram disaat ia yang kini berstatus sebagai wanita bersuami.
Dan apa yang harus mereka lakukan untuk melewati malam ini hingga pagi menjelang?
Sedangkan mereka masih sama-sama canggung untuk saling berhadapan.
Post a Comment