Eps 21 Pemandangan Tak Biasa Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari

Table of Contents
Novel Bidara Bukan Bidara Oleh Rita Mayasari

NOVEL BIDARA BUKAN BIDARA (Season 2)

Episode 21
*Pemandangan Tak Biasa

Sebuah sedan melaju membelah keramaian kota malam itu. Dengan hati bergemuruh beriring cemas yang mencekam, untaian dzikir pun tak henti ia lafadzkan.
Dengan mata berkaca-kaca, ia terus berusaha menjaga kewarasannya, agar tak tenggelam dalam prasangka buruk yang hilir mudik didalam fikirannya. Berbagai kemungkinan buruk seakan menghantui benaknya. Seakan ribuan suara memenuhi kepalanya dengan pengandaian-pengandaian yang mengerikan.

Beberapa saat yang lalu, ketika Ammar merebahkan kepalanya pada sandaran sofa, tempat dimana biasa Bidara duduk menatap luar jendela , ponselnya berdering. Dan sesaat setelah telepon tersambung, terdengar suara Wilan yang menyuruhnya tetap tenang,  namun malah dengan intonasi suara yang panik.

" Ammar, jangan panik, tetap tenang, oke?! Jika saat ini kau berdiri, maka duduk lah.. kau dengar Ammar? Turuti perkataanku" ucap Wildan. Ammar mengernyitkan kedua alisnya. Ia tidak bisa menebak tentang ada apa lagi dengan sahabatnya yang childish itu. Tak ingin membuang waktu, ia pun menjawab ucapan sahabatnya " yang seharusnya tenang adalah kau Wildan, kau menyuruhku untuk tenang disaat kau sendiri begitu panik, ada apa? Katakan pelan-pelan". 

Terdengar suara tarikan dan hembusan Wildan seolah ia sedang meniupkan lubang microphone, selang beberapa waktu kemudian, ia berkata dengan hati-hati " aku sudah mengirimkan padamu sebuah link berita yang kudapatkan tadi, semoga dugaanku salah, tapi vespa antik itu begitu iconic dengan Bidara..." belum juga Wildan menyelesaikan ucapannya, sambungan telepon mereka terputus. Bukan tanpa sengaja, melainkan Ammar lah yang memutuskan sambungan tersebut. 

Ammar segera membuka room chat nya dengan Wildan dan jarinya begitu cepat mengetuk deretan tulisan berwarna biru itu. Sebuah video amatir dari salah seorang netizen tentang kecelakaan lalu lintas pun terpampang dimatanya. Gambaran seorang wanita yang sedang dikerumuni sekelompok orang tidak terlihat begitu jelas wajahnya karena rekaman dari handphone dengan pencahayaan yang minim dan gerakan yang tak beraturan dari si pemilik video tersebut. Kendati demikian, sebagai seorang suami, meski terlihat sekilas sekalipun, batinnya meyakini bahwa wanita itu adalah isterinya. 

Dugaannya diperkuat dengan penampakan vespa yang bentuknya ban nya nyaris menyerupai angka delapan itu. Jelas sekali itu adalah vespa milik isterinya. Berita yang hanya berbentuk short video itu berhenti disitu tanpa ada penjelasan selanjutnya. Dengan gusar Ammar menjelajahi pencarian google hingga akhirnya ia menemukan di rumah sakit mana korban kecelakaan tersebut dilarikan.
Dan saat ini ia sedang berusaha mengalahkan laju jarum jam agar bisa segera sampai ke tempat dimana isterinya berada.

"Kruuuukkk..." suara yang begitu memalukan bagi seorang wanita ketika sedang berhadapan dengan orang asing. Bidara baru merasakan perih dilambungnya. Ia merasa begitu lapar. Wajahnya memerah ketikan menyadari Ahmad yang tersenyum menatap dari sofa disamping ranjangnya. Ahmad berjalan menuju ranjang, lalu mengatur posisi ranjang menjadi mode setengah sandaran, kemudian berlalu ke arah nakas disisi kiri Bidara. Setelah menyiapkan bubur ikan yang tadi ia bawa, kini Ahmad mengambil posisi duduk di sebuah kursi disamping Bidara. Ia mengaduk bubur yang tadi ia hangatkan menggunakan coffee warmer.

"A-aku bisa makan sendiri" ucap Bidara gagap saat sendok ditangan Ahmad sudah berada tepat didepan bibirnya. Ahmad tersenyum dan menggelengkan kepala. "Izinkan aku melakukannya sebagai doktermu nyonya Bidara, aku sedang merawat pasienku, bukan sedang merawat Bidara sebagai Bidara" ucap Ahmad sembari tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya, kemudian kembali mengarahkan sendok ditangannya ke depan bibir Bidara. 

Bidara tidak menjawab, namun ia menuruti kata-kata Ahmad dengan membuka mulutnya. Karena itu adalah bubur, ia tak butuh waktu untuk mengunyah. Matanya berkaca-kaca saat bubur itu menyentuh lidahnya. Masih teringat jelas dulu ia pernah mengatakan pada Ahmad bahwa ia sangat menyukai bubur ikan, dan akan makan bersama di tempat langganan Bidara jika nanti mereka sudah kembali ke Indonesia. "Aku tidak tau bagaimana rasanya dilidahmu, tapi aku sudah mengikuti resep dan intruksi nya sesuai video Gtube" suara Ahmad menyadarkan Bidara dari lamunannya. Ia kembali mencerna kata-kata Ahmad. Ia tidak menyangka Ahmad bahkan masih mengingat bahwa ia menyukai bubur ikan. 

Ahmad kembali menyuapi bubur sendok demi sendok hingga Bidara mengatakan bahwa ia sudah kenyang. Ahmad tersenyum dan berhenti menyuapi Bidara, ia melihat masih ada sisa bubur didalam bowl ditangannya. Ahmad pun menyuapi bubur itu ke mulutnya sendiri. Hal itu sontak membuat Bidara terkejut. Bagaimana tidak, Ahmad memakan sisa makanannya, bahkan dengan sendok yang sama. 

Bidara berusaha menghentikan suapan Ahmad berikutnya. Ia meraih tangan Ahmad, namun Ahmad malah memegang tangan Bidara dengan tangan satunya lalu mengarahkan ke mulutnya sendiri, seolah Bidara ikut menyuapinya. Mata Bidara membundar, dengan pipinya yang bersemu merah. Sementara Ahmad tertawa puas tanpa melepaskan tangan Bidara. 

Disaat bersamaan pintu ruang rawat Bidara terbuka, disana berdiri sosok lelaki bertubuh tinggi kekar dengan kulit cokelat eksotis, yang hanya mengenakan short pants model chino dan atasan kaos oblong. Ia mencerna apa yang terlihat didepan matanya, dimana pemandangannya adalah seorang lelaki tak dikenal yang tertawa lepas sambil memegang tangan isterinya yang terlihat sebagai seorang pasien. Sungguh pemandangan yang tak biasa.

<<< Eps 20                       
Lanjut Baca KLIK >>> Eps 22

***
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Post a Comment