Eps 22 Tenggelam Dalam Prasangka Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari
Table of Contents
Ammar tak mampu menyembunyikan ekspresi wajahnya yang terkejut. Terlintas ingatan tentang kejadiaan saat di bandara. "Lelaki yang sama dengan saat itu" batinnya.
Namun saat ini, itu bukan hal pertama yang harus ia khawatirkan. Keadaan Bidara lah yang harus ia utamakan. Ia berusaha menepis semua tanya dihatinya, melangkah maju ke arah Bidara yang juga tak mampu menutupi rasa terkejut, bersalah, dan paniknya. Bagaimanapun juga, ia tak ingin Ammar salah faham dengan apa yang ia lihat tadi.
"Aku Ammar, suami Bidara" ujar Ammar sembari mengulurkan tangannya sesaat setelah ia berada disisi Bidara dan Ahmad.
Ahmad berusaha tenang, ia berdiri dari kursi dan menjabat tangan Ahmad, lalu mempersilakan Ammar duduk di kursi yang tadi ia duduki.
"Aku Ahmad, Dokter sekaligus sahabat Bidara saat masa kuliah" ucap Ahmad menjelaskan agar Ammar tidak salah faham atau mencurigai mereka. Tanpa ia tahu kenyataan bahwa ini bukanlah pertama kalinya Ammar melihatnya. Hati Ammar berusaha bernegosiasi dengan fikirannya.
"Mungkin apa yang terlihat kemarin adalah kerinduan seorang sahabat? Mungkin saja kan? Yaaa.. pasti karena mereka sahabat yang sangat akrab" bisik hati Ammar.
Namun fikirannya berkata lain " apakah kemesraan mereka terlihat seperti persahabatan? Seakrab apa pria dan wanita bersahabat dengan physical touch sedekat itu?".
Ammar tersenyum lalu menjawab sambil menggenggam lembut tangan isterinya " ohhh benarkah sayang? Kenapa kamu tidak pernah menyebut nama sahabatmu ini sekalipun?".
Kata-kata Ammar tersirat sebagai sindiran ditelinga Ahmad maupun Bidara. Wajah Ahmad memerah, ada kecemburuan dimatanya. Sementara Bidara lebih merasa kesal, batinnya berbisik " ingin sekali aku berteriak didepan wajahnya, kau cemburu? Dengan masa lalu? Lalu apa yang kau lakukan dengan wanita itu?".
Melihat Bidara yang tetap membisu, tanpa membuang waktu, Ahmad izin untuk undur diri. "Hei Nyonya Bidara, saat ini, sudah ada suamimu yang menemani, aku pamit pulang, istirahatlah yang cukup, agar kau siap untuk terapi selanjutnya" tutur Ahmad dengan senyuman lembut dan tatapan hangat.
Hal tersebut tentu saja mengusik emosi Ammar. Namun Ahmad terlalu peka dalam menyadari situasi, ia menepuk pundak Ammar dan berkata" Dan kau sobat, jangan biarkan sahabatku bergadang, ia belum boleh memikirkan hal-hal berat".
Ahmad pun menjelaskan secara detil tentang kondisi Bidara saat ini. Setalah itu, tidak menunggu jawaban Ammar, Ahmad pun pamit sembari menganggukkan kepalanya, lalu berbalik dan melangkah keluar ruangan. Ia tidak berbicara formal bukan karena tidak profesional, melainkan karena sekarang bukanlah jam kerjanya.
Sementara Ammar dalam diam mengepalkan tangannya. Hatinya yang tadi terusik dengan tatapan dan senyuman Ahmad kepada Bidara, kini merasa menjadi sasaran double kill karena Ahmad menjelaskan kondisi isterinya tanpa ia tanyakan, karena ia teralihkan oleh emosinya, membuat Ammar terlihat tidak perduli pada keadaan isterinya. Ia merasa betapa buruknya ia dimata Bidara saat ini.
Ruangan tersebut kembali hening. Karena Bidara lebih memilih memalingkan wajahnya dari tatapan Ammar dan memejamkan matanya.
Ammar pun memilih diam, meski ada banyak yang ingin sekali ia pertanyakan. Dalam diam ia mengingat ucapan Ahmad untuk membiarkan Bidara istirahat yang cukup.
Bagaimanapun Ahmad adalah dokter yang merawat isterinya. Pada akhirnya mereka hanya tenggelam dalam prasangka masing-masing.
Post a Comment