Eps 24 Skenario Drama Part 2 Novel Bidara Bukan Bidara Season 2 Oleh Rita Mayasari
Table of Contents
"Ceklek" suara yang berasal dari pintu itu sontak membuat jantung Bidara seolah berhenti sesaat. Tanpa ia sadari, ia memejamkan matanya dan berpura-pura tidur lelap. Dalam batinnya, ia menertawakan diri sendiri "hahaha.. bodohnya aku, kenapa aku harus pura-pura tidur? Aku menghindari siapa? Sekarang aku bahkan tidak tahu siapa yang datang".
Perlahan Ahmad menyentuh pucuk kepala Bidara. Ditatapnya wajah cantik yang terlihat pucat itu. Bibir yang ia rindukan tiap kali membayangkan senyuman wanita itu. Segala cerita yang mereka lalui dulu, masih tersemat dalam hatinya. Bahkan pertemuan terakhir sebelum Bidara benar-benar menjadi milik orang lain yang dihiasi dengan kemarahan, kekecewaan dan kesedihan dihatinya.
Bagaimana penampilan Bidara yang berbalut gaun mini dengan warna yang begitu menyala seolah memanggil semua mata untuk menjamahnya begitu menghancurkan hati Ahmad saat itu, hingga ia tidak mampu berfikir jernih, bahkan tak terlintas difikirannya untuk memberi kesempatan pada Bidara untuk menjelaskan alasan kenapa itu bisa terjadi.
Yang ada dihatinya ketika itu hanyalah luka tak berdarah karena merasa dikhianati.
"Dara, maafkan aku.. harusnya aku memelukmu saat itu, menutupi auratmu dari pandangan para pemuja nafsu, mendengarkan ceritamu dan mengobati lukamu. Harusnya aku percaya, Bidaraku tak kan mungkin begitu saja menceburkan diri dilumpur dosa" ratap Ahmad didalam hati sembari tangannya meraih tangan Bidara, mengusap lembut lalu mengecup perlahan punggung tangan yang putih bersih itu.
Sementara itu, Bidara bertanya-tanya dalam hatinya " Kenapa Ammar berbalik lagi? Bukankah tadi ia berkata bahwa ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan? Tapi kenapa tangannya terasa berbeda? Rasanya tidak sebesar tangan Ammar biasanya. Atau hanya perasaanku saja?".
Bidara hanya menerka-nerka, karena ia tak memiliki keberanian untuk sekedar membuka mata. Ia khawatir akan beradu tatap dengan suaminya dan menjadi canggung kemudian.
Ahmad tentu saja tahu kalau Bidara hanya berpura-pura tidur. Ahmad mendengar begitu jelas tangisan dan ratapan Bidara sebelum ia memutuskan untuk memasuki ruangan tersebut. Namun entah apa yang merasukinya, ia ingin memanfaatkan momen itu. Ia ingin membuat skenario drama untuk lembaran baru hidupnya dengan kehadiran Bidara saat ini.
Ia meyakini apa yang ingin ia yakini, bukan yang sesungguhnya terjadi. Ahmad menyimpulkan bahwa hubungan Bidara dan Ammar tidak baik-baik saja. Ia meyakini bahwa Bidara tidak bahagia dengan suaminya. Hal itu membuat tekadnya semakin bulat untuk merebut Bidara kembali.
Ia ingin Bidara tahu bahwa perasaannya sama sekali tidak berubah, cintanya tidak terkikis sedikitpun meski jarak memisahkan mereka.
Maka ia pun dengan sengaja menuturkan isi hatinya disisi Bidara yang masih memejamkan mata sembabnya " Dara, kuatlah.. aku selalu disini untukmu. Izinkan aku untuk jujur saat ini, karena aku mungkin tak kan mampu mengucapkannya saat kau mendengarnya.
Maafkan aku Dara, aku tak pernah membencimu, aku pun tak pernah memandangmu rendah karena keputusanmu. Aku tau, pasti ada alasan kuat kenapa Bidaraku membuat keputusan sebesar itu.
Aku hanya merasa dikhianati karena rasa cintaku yang terlalu besar untukmu, bahkan hingga saat ini.. Aku masih mencintaimu Bidara.. aku tak berani berharap balasan untuk perasaan ini, dan kau berhak untuk membenciku, namun biarkan aku tetap ada untukmu, berada disisimu meski sebagai bayangan saja, aku akan selalu mencintaimu, kau akan jadi satu-satunya wanita dihati dan hidupku, meski kau tak akan pernah tahu" tutur Ahmad sambil terus mengusap punggung tangan Bidara yang kini mulai berkeringat.
Bidara sekuat hati menenangkan degupan jantungnya saat pertama kali mendengar suara Ahmad disampingnya, dan degupan itu semakin kencang tatkala mendengar pengakuan Ahmad. Ia masih fokus dengan acting tidurnya. Namun ia tak akan mampu menyembunyikan semu merah di pipinya saat ini.
Pemandangan yang juga membuat wajah Ahmad memerah saat menatapnya. Ia berfikir bahwa Bidara memahami perasaannya, dan tidak keberatan dengan itu. Sebab Bidara masih saja berpura-pura tidur alih-alih marah atau membuka mata dan menatapnya dengan kebencian, Bidara menunjukkan wajah merah merona.
Ahmad menyimpulkan segalanya sesuka hati saja.
Padahal hanya Bidara saja yang tau, bagaimana campur aduk perasaanya saat ini. Rasa haru, dan mungkin lega mengetahui bagaimana pandangan Ahmad yang tak berubah padanya. Namun masih ada rasa kecewa dan marah karena mengingat bagaimana Ahmad melangkah pergi meninggalkan ia yang terpuruk di masa lalu. Jantung yang berdebar kencang saat itu tak lain karena ia terlalu terkejut mendengar ungkapan dan perlakuan Ahmad yang begitu tiba-tiba.
Post a Comment