Terdengar Biasa, Mengkhawatirkan Masa Depan dan Menyesali Masa Lalu

Table of Contents
Terdengar Biasa, Mengkhawatirkan Masa Depan dan Menyesali Masa Lalu

Terdengar Biasa, Mengkhawatirkan Masa Depan dan Menyesali Masa Lalu
Oleh Muraz Riksi

Setelah sekian lama tidak menulis, setelah sekian lama terlena dengan Chat GPT, setelah sekian lama lalai dengan sesuatu yang tidak produktif akhirnya kembali mencoba menulis tentang sebuah pemikiran.

Apa alasannya kamu berhenti menulis? Itu pertanyaan yang sering terbenak dalam pikiran saya. 
Terkadang saya merasa jika menulis sesuatu yang berkaitan dengan akhlak, kesannya sok alim. Terkadang ketika saya berbicara sesuatu yang berhubungan dengan akhlak, saya merasa apakah layak untuk membicarakan hal tersebut. Apakah penampilan, sikap dan perbuatan saya sudah sesuai dengan apa yang saya ucapkan?

Sebenarnya pemikiran saya itu salah, sangatlah salah jika itu menjadi alasan berhenti menulis. Padahal dengan menulis tentang kebaikan dan menyampaikannya kepada orang lain adalah suatu kabar baik. Dan terus memperbaiki diri menjadi orang yang lebih baik lagi. Karena itu saya sudah memutuskan untuk kembali menulis, yang kemudian saya bisa menyampaikan secara lisan sesuatu yang baik pula.

Lantas selama ini kenapa saya terlena dengan Chat GPT? Karena kemudahannya menghasilkan tulisan. 
Apakah itu salah? Tidak

Hanya saja saya merasa menjadi manusia yang bodoh. Memang benar dengan menyertakan sebuah judul pada Chat GPT maka akan menghasilkan sebuah tulisan yang instan. Tapi pada akhirnya saya menjadi manusia yang malas membaca dan belajar. Padahal diawali dengan membaca maka akan memperkaya pembendaharaan kosa kata serta pengetahuan dan menulis pun menjadi mudah.

Jadi kamu lagi curhat ini?
Boleh dikatakan begitu, cuma saya ingin orang-orang yang pernah membaca tulisan-tulisan yang dibawahnya tercantum nama Muraz Riksi (Seniman Bisu) bisa ikut memahami sebuah pemikiran yang sedang saya bagikan ini.

Teruslah menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, teruslah menyampaikan kebaikan seperti kamu menyampaikan suatu kabar gembira. Jika kamu merasa belum menjadi manusia yang baik maka perbaikilah diri dari sekarang. Perbaiki cara berbicaramu, perbaiki sikapmu dan perbaiki perbuatanmu, baik dengan sesama manusia dan kepada Allah SWT.

Lalu apa sebenarnya pemikiran yang ingin kamu bagikan?
Tadi sore saya dijemput oleh seorang sahabat, sosok abang yang semasa kuliah pernah berbagi pemikiran dan impian. Kita duduk di sebuah tempat ngopi di Kabupaten Bireuen, kita berbicara tentang kabar keluarga masing-masing dan pekerjaan saat ini. Cara kita mengungkapkan rindu kepada sahabat adalah menanyakan keadaannya dan keluarganya.

Tapi bukan itu point pentingnya, kebanyakan dari orang-orang yang sudah menikah khususnya kita kaum adam pastinya mengkhawatirkan masa depan. Memikirkan bagaimana masa depan itu sendiri, bahkan banyak yang mengeluh tentang kehidupannya. 

Jadi disitu kami mendiskusikan bagaimana menyikapi masa depan dengan kekuatan dan keadaan kami saat ini?
Mengkhawatirkan masa depan dan menyesali masa lalu adalah menyakiti diri sendiri secara perlahan, kami sama-sama sepakat dengan hal itu. Karena pembicaraan tersebut, saya teringat dengan kata-kata Ali bin Abi Thalib “Betapa bodohnya manusia, dia menghancurkan masa kini sambil mengkhawatirkan masa depannya. Tapi dia menangis di masa depan dengan mengingat masa lalunya.” 

Lalu sikap seperti apa yang harus kita ambil agar tidak lagi mengkhawatirkan masa depan? 
Jalani saja bagaimana kehidupan saat ini, jangan terlalu dibawa pikiran. Jika kita memiliki impian maka mulailah tata impian itu satu langkah ke langkah berikutnya. Jika untuk mewujudkan impian itu tidak cukup dengan penghasilan saat ini maka bekerjalah lebih keras lagi, berusahalah lebih kuat lagi. Gunakan pikiranmu untuk hal yang produktif, karena terlalu khawatir dengan masa depan yang sebenarnya belum terjadi apa-apa justru akan menjadikanmu manusia yang ketakutan seorang diri. Menjadikanmu manusia yang selalu beraura negatif, baik secara pemikiran maupun tindakan. 

Pasti kamu mau bilang, siapa saja mudah bicara teori. 
Justru jika pemikiranmu seperti itu yang harus diubah. Jangan apatis dulu, saya sepakat setiap orang memiliki ujian hidup yang berbeda-beda maka yang mampu menyelesaikannya adalah kita sendiri. Gunakan pikiranmu untuk mencari jalan keluar dari masalah yang sedang kamu hadapi.

Ngomong saja gampang, kan itu yang mau kamu bantah.
Oke logikanya gini, kamu terus mengkhawatirkan masa depan, terus mengeluh, terus merasa masalah hidupmu berat. Dengan yang kamu lakukan di atas apakah akan memperbaiki hidupmu? Apakah masa depanmu akan menjadi baik?
Justru pada akhirnya kamu akan menyesal, coba renungkan jika kamu masih tidak percaya. 

Lalu langkah seperti apa yang harus kita lalukan? Lakukanlah saat ini, hari ini, detik ini yang terbaik untuk hidupmu. Bekerjalah lebih giat lagi, berusaha lebih keras lagi dan buat perencanaan yang matang tentang masa depanmu.

Menjadi manusia yang terlalu khawatir itu tidak baik untuk kesehatan jiwa dan tubuh, apalagi menjadi manusia yang mudah terkontaminasi dengan ucapan buruk orang lain. Jadi disini saya ada mengutip sebuah tulisan yang bisa sama-sama kita renungkan.

Seorang teman bertanya:
''Berapa gajimu sebulan kerja di toko si fulan?"
Ia menjawab, "1 juta rupiah."
"Cuma 1 juta rupiah? Sedikit sekali ia menghargai keringatmu. Apa itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu? "
Sejak saat itu ia jadi membenci pekerjaannya. Ia lalu meminta kenaikan gaji pada pemilik toko. Sayangnya pemilik toko menolak dan mem-PHK nya. Kini ia malah tidak berpenghasilan dan jadi pengangguran. 

Saudara laki-laki bertanya kepada adik perempuannya, saat berkunjung, seminggu setelah saudara perempuannya itu melahirkan:
"Hadiah apa yang diberikan suamimu setelah engkau melahirkan?"
"Tidak ada." jawabnya pendek. Saudara laki-lakinya berkata lagi, "Masa sih, apa engkau tidak berharga di sisinya? Aku bahkan sering memberi hadiah untuk istriku walau tanpa alasan yang istimewa."

Siang itu, ketika suaminya lelah pulang dari kantor menemukan istrinya merajuk di rumah. Keduanya lalu terlibat pertengkaran. Sebulan kemudian, antara suami dan istri ini terjadi perceraian. Dari mana sumber masalah? Kalimat sederhana yang diucapkan saudara laki-laki sang istri tadi.

Seseorang bertanya pada kakek tua:
"Berapa kali anakmu mengunjungimu dalam sebulan? "
Si kakek menjawab, "Sebulan sekali."
Sang penanya menimpali, "Wah keterlaluan sekali anak-anakmu itu. Di usia senjamu ini seharusnya mereka mengunjungimu lebih sering." Hati si Kakek menjadi sempit, padahal tadinya ia amat rela terhadap anak-anaknya. Ia jadi sering menangis dan ini memperburuk kesehatan dan kondisi badannya.

Jadi apa intisari dari cerita-cerita di atas yang bisa kita petik? 
1. Jangan mudah terpengaruh dengan ucapan orang lain yang membawa pengaruh negatif untuk kehidupan kita.
2. Harus pandai dan bijak menyaring informasi yang kita dengar.
3. Jangan bandingkan kehidupan kita dengan orang lain dan bersyukurlah atas nikmat kehidupan sendiri.
4. Jagalah diri dan jangan suka mencampuri kehidupan orang lain, mengecilkan dunia mereka, menanamkan rasa tak rela pada apa yang mereka miliki dan mengkritisi penghasilan serta keluarga mereka.

Sampai disini dulu ya cerita yang bisa saya bagikan, karena menyampaikan hal baik harus disegerakan. Semoga dari pemikiran saya di atas bisa menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua. Bisa jadi hal baik untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.


(Catatan Penutup)
Terima kasih telah berkunjung ke website Sampah Kata.
Salam kopi pahit...

Post a Comment